Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
“Itu bukan dengan melakukan penegakan hukum, tetapi dengan mempengaruhi perilaku seperti bagaimana memberi insentif kepada yang bekerja dengan efisien misalnya. Jika ada persyaratan kendaraan harus diperlebar, pemerintah butuh apa saja untuk menyiapkannya," ujarnya.
Selain itu, lanjut Suripno, pemerintah juga harus memikirkan cara bagaimana agar kebijakan Zero ODOL ini tidak berdampak kepada masyarakat dengan adanya kenaikan harga barang.
Kemudian, regulasi perlu dirubah agar orang tidak melanggar. Misalkan untuk kelas jalan, itu harus dinaikkan kapasitas dukungnya agar kendaraan-kendaraan yang berdimensi besar bisa melalui jalan tersebut sehingga orang cenderung tidak melanggar.
"Meskipun kelas jalan setiap kendaraan sudah ditentukan, tapi kalau kelas jalan di ruas jalan itu tidak diubah maka tetap nggak boleh lewat di jalan. Itu berarti PP-nya harus direvisi. Harus dibedakan antara yang berlaku di kendaraan atau di ruas jalan,” katanya.
Baca Juga: Antisipasi Kepadatan Lalu Lintas Saat Nataru, Kemenhub Lakukan Gakum Truk ODOL
Keempat, harus ada sosialisasi. Untuk kepastian hukum, perlu dibuat rambu kelas jalan di semua jalan dan pemerintah harus mensosialisasikan kepada semua pemilik barang dan operator.
Langkah kelima baru penegakan hukum. Tidak boleh seharus melompat langsung ke tahapan kelima jika empat tahap pertama belum dilakukan.
Mengingat kebijakan Zero ODOL ini akan berdampak ke banyak sektor, menurut Suripno, Presiden juga harus menunjuk koordinator seluruh kegiatan.
"Kalau sekarang ini, Menteri Perhubungan minta kebijakan Zero ODOL diberlakukan pada 1 Januari 2023. Kalau diterapkan dan membawa dampak pada perekonomian dan segala macam, Menteri Perhubungan tidak bisa bertanggung jawab atas hal. Nanti Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian juga akan kena sehingga perlu ada koordinator," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News