kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemerintah Dinilai Perlu Pertimbangkan Berbagai Sisi dalam Merumuskan Kebijakan CHT


Selasa, 11 Oktober 2022 / 18:36 WIB
Pemerintah Dinilai Perlu Pertimbangkan Berbagai Sisi dalam Merumuskan Kebijakan CHT
ILUSTRASI. Pedagang menunjukkan rokok yang dijualnya di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Rabu (15/12/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/hp.


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah disarankan untuk mempertimbangkan berbagai sisi yang terlibat dalam kebijakan kenaikan tarif cukai dan harga rokok di Indonesia. Di antaranya adalah pemerintah perlu memperhatikan sisi tenaga kerja, penerimaan cukai hasil tembakau (CHT), kesehatan, rokok ilegal, industri, hingga pertanian. 

Hal itu diungkapkan Direktur Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE FEB-UB), Candra Fajri Ananda berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Kebijakan Ekonomi (PPKE FEB UB) tahun 2022.

Menurut Candra, hasil kajian yang berjudul 'Analisa Keseimbangan Kebijakan IHT di Indonesia' tersebut menegaskan bahwa keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) legal menjadi bagian penting dalam pertimbangan kebijakan cukai di Indonesia untuk menjaga keberlangsungan IHT demi mendorong terbukanya lapangan pekerjaan dan menurunkan angka pengangguran di Indonesia. 

Hal itu perlu dilakukan mengingat indikator angka prevalensi merokok usia dini telah tercapai di RPJMN yang menargetkan penurunan sebesar 8,7%. Pada perkembangannya, persentase penduduk merokok usia dini (10-18 tahun) telah melebihi capaian target pemerintah dari 7,2% (2013) menjadi 3,8% (2020). 

Baca Juga: Realisasi Belanja Kementerian dan Lembaga Capai Rp 575,8 Triliun per 31 Agustus 2022

"Hasil kajian itu menunjukkan bahwa kenaikan harga yang terlalu tinggi akan mengancam kesinambungan IHT yang terbukti mengalami penurunan jumlah pabrikan rokok terutama golongan 1. Pasalnya, golongan 1 memiliki tingkat sensitivitas terbesar apabila terjadi perubahan harga. Kenaikan harga rokok pada golongan 2 dan 3 memberikan kontribusi besar terhadap kenaikan peredaran rokok ilegal," kata Prof. Candra dalam keterangannya, Selasa (11/11).

Merujuk hasil kajian, ia mengatakan secara umum kenaikan harga rokok akan berdampak negatif terhadap keberlangsungan IHT dan pertumbuhan penerimaan CHT. Kenaikan harga berpengaruh secara langsung terhadap kenaikan jumlah permintaan rokok ilegal. 

"Kenaikan harga rokok yang dilakukan secara terus menerus akan berdampak terhadap peningkatan peredaran rokok ilegal dan keberlangsungan IHT yang selanjutnya juga dapat meningkatkan dampak negatif bagi kesehatan konsumen rokok dan berpotensi menurunkan penerimaan negara," terangnya. 

Oleh sebab itu, ia bilang kenaikan harga rokok bukan langkah efektif untuk mengendalikan konsumsi rokok. Pasalnya, dampak kenaikan harga rokok terhadap peningkatan peredaran rokok ilegal dan penurunan pabrik rokok lebih besar dibandingkan dengan penurunan angka prevalensi merokok. 

"Saat ini, pemerintah perlu menahan kenaikan harga rokok untuk menjaga keseimbangan pilar lain yang terlibat dalam IHT," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×