Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari
Dia menambahkan, operasionalisasi fasilitas RDF ini menjadi titik balik pengelolaan sampah di Indonesia untuk kelas menengah. Oleh karenanya, bisa sebagai alternatif solusi.
Selain di Cilacap, saat ini fasilitas RDF juga sedang dikembangkan di Kabupaten Tuban dan Banyumas.
Direktur Manufaktur Semen Bangun Indonesia Lilik Unggul Raharjo menjelaskan, fasilitas RDF seluas 1 hektar yang berdiri di atas tanah 3 hektar ini terdiri dari beberapa bagian.
"Pertama bagian penuangan di mana sampah segar dikirim dari berbagai sudut kota Cilacap, kemudian berlanjut ke proses pencacahan, lalu pengeringan menggunakan teknologi bio drying kemudian yang terakhir adalah pengayakan untuk mengayak produk yang ada lebih halus lagi sesuai ukuran yang dibutuhkan," paparnya.
Lilik menjelaskan, dalam sehari sampah yang datang sekitar 120 ton per hari yang dikirim dengan 60 truk. Proses dari awal hingga menjadi produk akhir membutuhkan waktu 21 hari.
Baca Juga: Pasar PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB) Terdampak Pengalihan Anggaran PUPR
Hasilnya, batubara dari sampah ini mengandung 3.000-3.200 kcal/kg dengan kadar air 22%. Sedangkan batubara pada umumnya yang biasa digunakan di pabrik semen mengandung 4.100 kcal/kg.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menambahkan, hasil olahan sampah ini paling tidak bisa mensubstitusi 3% kebutuhan batubara. "Jadi memang ini akan sangat membantu karena lebih murah dari biaya batu bara biasanya," jelasnya.
Arifin bilang harga jual produk ini Rp 300.000 per ton atau setara US$ 20 per ton. Sedangkan untuk harga batu bara pada umumnya menyentuh level US$ 40 per ton.
Asal tahu saja, output dari sistem RDF ini sebanyak 30-40 ton briket yang merupakan bahan pengganti batubara. Tidak hanya itu, sistem RDF juga mampu menurunkan emisi sebanyak 19.000 ton CO2e dan menurunkan emisi gas metana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News