Reporter: Abdul Wahid Fauzie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah kini memiliki pekerjaan rumah tambahan yang harus diselesaikan. Salah satunya datang dari Asosiasi Importir Seluler Indonesia (ISI). Mereka meminta, agar pemerintah serius menanggapi permintaan untuk menata kembali peraturan tata niaga impor telepon.
Menurut Ketua ISSI Eko Nilam, usulan penataan mengenai tata niaga impor telepon tersebut sudah diutarakan sejak dua tahun lalu. “Awal tahun lalu kami kembali mengirimkan surat,” katanya, tadi siang. Sayangnya, hingga kini, belum ada tanggapan positif dari pemerintah mengenai hal itu. Padahal, setiap tahunnya, impor telepon seluler diperkirakan mencapai Rp 5 triliun.
Hal senada juga diungkapkan Direktur Industri Telematika Departemen Perindustrian (Depperin) Ramon Bangun. Ramon menjelaskan, aturan tata niaga impor telepon seluler masih belum ketat. Sayangnya, dia mengaku perubahan aturan tersebut bukan menjadi wewenangnya. “Saya sudah meminta kepada Departemen Perdagangan untuk mengetatkan aturan impor," tegas Ramon.
Menurut Eko aturan tersebut merupakan agenda penting yang harus diperhatikan pemerintah. Saat ini Indonesia sangat marak dengan adanya impor ilegal telepon seluler. Kondisi tersebut membuat perusahaan asing enggan menanamkan investasinya di Indonesia. Eko mencontohkan, salah satunya adalah produsen Motorola. “Motorola sebenarnya ingin menanamkan modalnya di Indonesia senilai US$ 250 juta dengan kapasitas pabrik 3,5 juta unit. Tapi karena kondisinya masih seperti ini, Motorola belum berani bertindak jauh,” papar Eko.
Oleh karena itu, lanjut Eko, tata niaga di bidang impor telepon seluler ini harus segera diperbaiki karena akan mengancam investasi yang akan dilakukan oleh perusahaan asing. "Hingga kini, sudah ada tiga investor asing yang menunda investasinya," katanya. Dua dari tiga investor tadi berasal dari Asia. Sedangkan satu investor lagi berasal dari Eropa. Ketiga investor tersebut berencana mendirikan pabrik yang akan memiliki kapasitas masing-masing dua juta unit. Nilai investasi ketiga perusahaan tersebut sebesar US$ 300 juta.
Menurut Ramon, Nokia juga telah menyatakan niatannya untuk menanamkan investasi di Indonesia. Namun, hingga kini, Nokia masih melakukan studi kelayakan. Sementara, satu perusahaan dari Korea sudah mengkaji pendirian pabrik disertai hitungan biaya investasinya. Rencananya perusahaan ini akan membangun perusahaan perakitan di Cikarang, Jawa Barat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News