Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Para pengusaha tuna memandang langkah Pemerintah melobi Uni Eropa untuk menurunkan bea masuk tuna tidak cukup. Industri meminta Pemerintah juga melakukan kerjasama perdagangan tuna, bukan sekadar melakukan lobi. "Harus ada negosiasi antara Uni Eropa dan Indonesia," kata Edi Yuwono, Ketua Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin), Kamis (22/10).
Sedikit kilas balik, beberapa waktu lalu Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) meminta Komisi Eropa menurunkan tarif bea masuk tuna asal Indonesia. Pemerintah menganggap tarif bea masuk selama ini terlalu tinggi.
Direktur Pemasaran Luar Negeri DKP Saut Hutagalung mengatakan, pemerintah sudah mengajukan permintaan penurunan bea tersebut dalam pertemuan bisnis Eropa dan Indonesia di Brussels, Belgia awal Oktober lalu.
"Hasilnya kami akan bentuk tim satuan tugas, di mana yang akan berperan adalah Departemen Perdagangan dan para pengusaha," kata Saut.
Tarif bea masuk tuna segar yang kini berlaku 14,5%. Sedang bea masuk tuna olahan 24%. Akibat bea masuk yang mahal itu, tuna asal Indonesia kalah bersaing dari tuna asal Srilanka.
Eropa memberi hak eksklusif pada Srilanka untuk mengekspor tuna ke Eropa dengan bea masuk 0% untuk membantu negara itu setelah dilanda tsunami 2004 silam. "Indonesia tidak mendapat hadiah itu karena Eropa menilai Indonesia lebih maju," papar Edi.
Edi berpendapat Pemerintah tidak bisa hanya menuntut penurunan bea masuk. Edi bilang, bila Pemerintah minta penurunan bea, pada saat yang sama harus menawarkan insentif serupa.
Saut mengaku Pemerintah mempertimbangkan permintaan pengusaha itu. Satuan tugas nantinya akan menawarkan paket kerjasama di sektor lain yang menguntungkan kedua negara. Namun, Saut tidak menjelaskan kompensasi tersebut.
Di 2008 lalu, volume ekspor tuna mencapai 125.933 ton dengan nilai US$ 337,90 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News