Reporter: Lidya Yuniartha, Noverius Laoli | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah, tampaknya, tidak mau mengambil risiko kekurangan stok beras selama musim kemarau tahun ini. Untuk itu, pemerintah menambah kuota impor beras untuk Perum Bulog sebanyak satu juta ton yang berlaku hingga September nanti.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti menjelaskan, tambahan kuota impor beras ini untuk menambah stok cadangan beras pemerintah (CBP). "Nantinya, beras impor ini baru digelontorkan ke pasar saat harga kembali naik tinggi," ujar Tjahya kepada KONTAN kemarin (19/8).
Karena itu, Tjahya meminta para petani tidak perlu khawatir lantaran pemerintah tidak sembarangan dalam mengeluarkan stok beras.
Untuk realisasi impor beras, Tjahya memastikan, angkanya sama dengan data milik Badan Pusat Statistik (BPS). Sepanjang Januari hingga Juli lalu, Bulog sudah mengimpor beras sebanyak 1,18 juta ton se nilai US$ 552,87 juta.
Sebelumnya, Bulog mengantongi kuota impor beras sebesar satu juta ton. Dengan tambahan satu juta ton lagi, total kuota impor Bulog mencapai dua juta ton.
Namun, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir tetap khawatir dengan tambahan kuota itu. Sejak ada impor tahap pertama dan kedua oleh Bulog, harga beras di tingkat petani berangsur turun. Dengan ada impor beras tahap ketiga, otomatis terus menekan harga beras di tingkat petani. Kami tidak tahu, apa dasar pemerintah terus membuka keran impor," katanya.
Saat ini, Winarno mengungkapkan, harga gabah kering panen (GKP) berkisar Rp 3.900–Rp 4.000 per kilogram (kg) dan harga gabah kering giling (GKG) Rp 4.700 per kg. Harga ini tergolong rendah. Idealnya, harga GKP Rp 4.200 per kg dan GKG sekitar Rp 5.000–Rp 5.500 per kg.
Kalau dasarnya harga gabah yang tinggi, ini karena Harga Pembelian Pemerintah (HPP) berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015 belum diubah sampai saat ini. Seharusnya, harga GKP Rp 4.200 per kg tetapi sampai sekarang HPP GKP masih Rp 3.700, sebut Winarno.
Pembukaan keran impor beras, Winarno menambahkan, tentu bisa mematahkan semangat petani menanam padi. Dan, ini bisa berdampak pada penurunan produksi beras nasional tahun ini.
Tingkatkan produksi
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kemtan) Sumarjo Gatot Irianto mengatakan, target produksi 80 juta ton gabah atau setara 46,5 juta ton beras tahun ini masih belum berubah. Salah satu langkah mengantisipasi kekeringan adalah, meningkatkan produksi dengan menambah luas tambah tanam (LTT). Untuk Juni dan Juli, LTT sekitar 250.000 hektare (ha).
"Sawah yang puso akibat kekeringan di Juni 2018 seluas 6.358 ha. Sedangkan sawah yang puso akibat kekeringan pada Juli 2018 seluas 1.311 ha. Jumlahnya lebih kecil daripada LTT," ucap Sumarjo.
Peningkatan produksi beras juga lewat Program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Menurut Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, program ini mulai berhasil. Misalnya, menyumbang 60 ton beras untuk kebutuhan para atlet, official, dan relawan di Asian Games 2018. "Ini langkah awal untuk ikut meningkatkan produksi beras nasional," kata Eko.
Aulia Bari, General Manager PT Asia Niaga Sinergi yang jadi pendamping BUMDes, menuturkan, perusahaannya terus melakukan pendampingan ke petani guna mendongkrak produksi beras nasional. Mereka juga memberi bimbingan untuk menghasilkan beras berkualitas yang bisa diterima pasar.
Kami juga memberi pendampingan terhadap penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan petani untuk meningkatkan kualitas produk mereka, ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News