Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah sudah menugaskan Perum Bulog untuk mengimpor beras sebanyak 2 juta ton. Persetujuan impor ini dibagi atas tiga tahap. Tahap pertama sebanyak 500.000 ton, tahap kedua sebanyak 500.000 ton, dan tahap ketiga sebanyak 1 juta ton.
Pengamat Pertanian Dwi Andreas Santosa menilai, keputusan waktu impor yang dilakukan pada Juli hingga Agustus adalah hal yang tepat. “Masalahnya sekarang adalah jumlah, terlalu banyak tak baik, terlalu sedikit juga beresiko,” ujar Dwi kepada Kontan.co.id, Rabu (15/8).
Dwi membeberkan, berdasarkan pantauan Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI), harga gabah kering panen (GKP) di sentra produksi padi melonjak dalam dua hingga tiga minggu terakhir.
Harga GKP di bulan Juli tercatat berada dikisaran Rp 4.400 per kilogram (kg). Sementara sekarang harga GKP sudah mencapai Rp 4.700 - 4.800 per kg. Menurut Dwi, kenaikan harga Rp 200 - Rp 300 per kg saat ini sudah berbahaya.
“Seharusnya tidak naik setinggi itu karena Juli dan Agustus adalah puncak panen kedua. Walaupun naik tetapi kenaikannya tidak terlalu tahak. Seharusnya kurang dari Rp 100 per kg,” tutur Dwi.
Perkembangan harga GKP, menurut Dwi, memang harus terus dipantau. Pasalnya perkembangan harga ini bisa mengganbarkan kondisi pertanaman hingga melihat bagaimana stok yang dimiliki oleh petani.
Meski langkah impor saat ini dianggap tepat, Dwi pun meminta agar beras impor ini tak digelontorkan untuk mengintervensi pasar hingga Oktober. Pasalnya, produksi padi petani tengah menurun karena kekerigan. “Produksi turun, harga memang naik. Tetapi Kalau diintervensi sekarang, harga ditekan, maka kasihan petani,” tambah Dwi.
Menurut Dwi, sebaiknya pasar kembali diintervensi setelah Oktober hingga Februari, dimana saat itu adalah saat paceklik. Panen yang ada hanya dalam jumlah kecil. Intervensi pasar bisa tetap bisa dilakukan dalam waktu dekat apabila kenaikan harga sudah di atas 10%.
Melihat kondisi saat ini, Dwi meragukan Bulog bisa menyerap padi dalam negeri sebanyak 1 juta ton mulai dari Juli hingga September. Apalagi, Bulog dituntut untuk meraih profit. “Dengan mekanisme apapun, kalau masih menyerap sesuai dengan inpres nomor 5 2015, harga tidak akan masuk,” tandas Dwi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sejak Januari hingga Juli 2018, realisasi impor beras Bulog sudah mencapai 1,18 juta ton dengan nilai US$ 552,87 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News