Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) mengatakan beras impor yang masuk ke Indonesia tidak boleh berlebihan dan harus memperhatikan beberapa faktor seperti produksi di dalam negeri, stok beras, hingga harga beras di pasar.
Ketua Umum Perpadi Sutarto Alimoeso menilai, bila beras yang masuk ke Indonesia berlebihan, maka ini akan berdampak psikologis kepada pasar. Bila harga beras di dalam negeri turun, sementara harga gabah masih tinggi, akan berpengaruh ke berbagai pihak seperti penggilingan dan petani.
"Yang lebih dirugikan itu adalah petani. Petani tidak akan bergairah kalau penggilingan tidak membeli gabah dari petani. Kalau harga gabah turun, petani juga tidak mau menanam padi," ujar Sutarto kepada Kontan.co.id, Minggu (19/8).
Saat ini, Bulog sudah mendapatkan persetujuan impor beras sebanyak 2 juta ton. Sementara, hingga Juli 2018, impor beras yang sudah direalisaikan Bulog sudah mencapai 1,18 juta ton. Menurut Sutarto, untuk merealisasikan sisa kuota impor sebanyak 800.000 ton ini harus lebih cermat. Terlebih, pemerintah sedang menghemat devisa negara.
Sutarto menambahkan, pemerintah harus melihat perkembangan stok dan produksi beras dalam 1 bulan-2 bulan terakhir. Apakah stok beras Bulog cukup, harga bergerak naik atau tidak, dan produksi beras mencukupi.
Sementara itu, Sutarto menilai pemerintah pasti memiliki perhitungan dalam menerbitkan persetujuan impor. Menurut Sutarto, Indonesia melakukan impor beras di awal tahun karena produksi yang kurang, stok beras Bulog yang rendah di awal tahun, dan harga yang bergerak naik.
Menurut Sutarto pemerintah selalu menghitung apakah beras yang diimpor ini cukup untuk kebutuhan masyarakat dalam waktu satu tahun ditambah kebutuhan tiga bulan pertama tahun berikutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News