kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemerintah jangan membiarkan perang tarif


Rabu, 17 Mei 2017 / 20:16 WIB
Pemerintah jangan membiarkan perang tarif


Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian

JAKARTA. Kembali maraknya perang tarif percakapan (voice) di industri telekomunikasi mendapat sorotan tajam berbagai pihak. Salah satunya Ombudsman Republik Indonesia.  Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, menegaskan, Kementerian Kominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) tidak melakukan pembiaran terhadap promo tarif murah operator.

Selain itu Alamsyah juga menilai Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) lambat merespons perang harga operator. Dengan maraknya operator telekomunikasi yang melakukan promo berulang-ulang dan menjual di bawah harga produksi, seharusnya bisa menjadi indikasi bagi KPPU menyelidiki adanya pelanggaran persaingan usaha tidak sehat. "Jika regulator telekomunikasi dan KPPU dapat bertindak tegas, diharapkan industri telekomunikasi tidak semakin terpuruk,"terang Alamsyah, dalam pernyataan tertulis yang diterima KONTAN, Rabu (17/5).   

Sementara Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), mengatakan, persaingan tarif antaroperator telekomunikasi di Indonesia sudah sangat liar. 
Jika ingin industri telekomunikasi sehat, seharusnya regulator bisa memaksa operator telekomunikasi hadir di daerah terpencil, terluar dan dan terdepan. Jadi masyarakat terpencil mempunyai pilihan. “Seharusnya Kominfo bisa memaksa semua operator yang beroperasi di Indonesia dapat menggembangkan layanan telekomunikas di seluruh Indonesia,"terang Tulus.

Sebelumnya Menkominfo Rudiantara menyatakan, keterjangkauan itu tidak hanya keberadaan layanan, tapi juga tawaran layanan dengan harga terjangkau.Ia mengingatkan, kualitas layanan (quality of services) jangan dikorbankan. "Dari sisi penyelenggara jasa seluler, keuntungan bisnis memang menjadi orientasi. Tetapi karena iklim bisnis yang sangat kompetitif, operator harus selalu melihat bagaimana kondisi persaingan di lapangan,’’ ungkap Rudiantara.

Belakangan, perang tarif di industri telekomunikasi juga merembet ke layanan data. Padahal menurut para analis,  tarif data di Indonesia sudah menurun. Dalam riset 5 Mei lalu, Raymond Kosasih, analis Deutsche Verdhana Sekuritas Indonesia, mengatakan, harga paket data di Indonesia Rp 14-Rp 23 setiap megabyte (Mb). Tahun 2011 harga data Rp 350 per Mb.

Sementara James Sullivan, analis JP Morgan Securities Singapura dalam riset 10 Mei lalu menyebutkan, kualitas jaringan operator yang melakukan perang tarif akan menurun. Contohnya Indosat. Mei-Juni 2016 kecepatan unduh 4G Indosat 8,35 Mbps. Di Januari 2017-Maret 2017, kecepatannya tinggal 2,78 Mbps. Kecepatan XL juga anjlok. Jika Mei-Juni 2016 kecepatan unduh 4G 10,02, mbps, pada Januari 2017 hingga Maret 2017 kecepatan unduh jaringan 4G XL tinggal 5,76 Mbps. Telkomsel juga turun. Dari 16,45 mbps di Mei 2016-Juni 2016 menjadi 14,31 mbps per Januari-Maret 2017.



 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×