Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pengembang nakal memiliki segudang cara untuk meraup keuntungan sendiri. Tak hanya membohongi konsumen, mereka juga kerap mengelabui pemerintah.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan menyatakan akan mengurangi celah pengembang nakal tersebut untuk beraksi. Salah satu caranya adalah dengan mendukung program rumah BTN.
"Rumah BTN jadi simbol perumahan. BTN juga memberikan fasilitas dan kemudahan bagi masyarakat menengah ke bawah," ujar Ferry kepada Kompas.com, Kamis (20/11) malam.
Ferry menuturkan, salah satu fasilitas yang disiapkan oleh BTN adalah cicilan hingga 15-20 tahun. Bank tersebut juga menjamin pemberian sertifikat rumah kepada masyarakat. Hal ini mencegah ulah pengembang nakal yang kerap menunda memberi sertifikat kepada konsumen.
"Pengembang nakal selalu saja menunda pemberian sertifikat. Sertifikatnya masih glondongan dan tidak diurus. Ketika mau dipecah, ada masalah," kata Ferry.
Dia menambahkan, strategi pengembang nakal biasanya dilakukan untuk menghindari kewajiban menyediakan fasilitas umum dan sosial (fasum/fasos). Padahal, menurut Ferry, fasum dan fasos bertujuan untuk membangun ruang keadilan bagi masyarakat.
"Mereka yang tidak memasukan fasum dan fasos akan kita perangi. Saya akan hadapi siapa pun yang mau merusak ruang hidup masyarakat menengah ke bawah," kata Ferry.
Tabungan BTN Perumahan
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN, Rabu (19/11) lalu, meluncurkan Tabungan BTN Perumahan. Direktur Utama Bank BTN, Maryono, mengatakan tabungan ini merupakan jawaban atas permasalahan perumahan di Indonesia, setelah sebelumnya BTN memperkenalkan BTN Housing Finance Center.
"Kami masih tetap berupaya memberi dukungan penuh terhadap upaya-upaya memenuhi kebutuhan rumah rakyat. Pemenuhan kebutuhan perumahan itu tanggung jawab bersama, baik pemerintah, pengembang, maupun perbankan," ujar Maryono.
Di sisi lain, lanjut Maryono, jika melihat backlog (angka kekurangan) perumahan di Indonesia yang akan terus bertambah. Hingga saat ini diperkirakan backlog mencapai 15 juta lebih unit rumah yang masih harus dipenuhi oleh pemerintah.
"Segmen yang kami tuju adalah nasabah yang baru menikah dan orang–orang muda atau mereka yang pertama mendapatkan pekerjaan serta para level manajer menengah yang memang telah menyadari kebutuhan akan kepemilikan rumah," katanya. (Arimbi Ramadhiani)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News