kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.060.000   18.000   0,88%
  • USD/IDR 16.445   2,00   0,01%
  • IDX 7.867   -18,52   -0,23%
  • KOMPAS100 1.102   -2,88   -0,26%
  • LQ45 800   1,11   0,14%
  • ISSI 269   -0,86   -0,32%
  • IDX30 415   0,50   0,12%
  • IDXHIDIV20 482   1,02   0,21%
  • IDX80 121   -0,09   -0,07%
  • IDXV30 132   -1,13   -0,85%
  • IDXQ30 134   0,17   0,13%

Pengembang keberatan atas kewajiban bangun fasum


Rabu, 24 September 2014 / 14:28 WIB
Pengembang keberatan atas kewajiban bangun fasum
ILUSTRASI. Seorang dokter Bundamedik (BMHS) melakukan pelayanan telekonsultasi kepada pasien.


Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Para pengembang menganggap, peraturan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mengharuskan pengembang membangun fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) dengan ukuran minimal 20% dari bangunan komersial, cukup memberatkan. Jika tiap pengembang harus membangun kewajibannya masing-masing, maka banyak kesulitan yang dihadapi.

Oleh karena itu, Ketua DPD REI DKI 2014-2017, Amran Nukman mengatakan bahwa dengan mengumpulkan pengembang, maka kewajiban tersebut akan lebih mudah dipenuhi.

"Kan ada 18 pengembang terkumpul. Kalau begitu, bisa dihitung nilai rupiahnya. Kemudian kita duduk satu meja dengan Pemprov, mereka buat ketentuannya," ujar Amran saat konferensi pers di Sekretariat DPD REI DKI Jakarta, Rasuna Office Park, Kuningan, Selasa (23/9).

Ia menjelaskan, 18 pengembang ini sempat kebingungan akan lokasi yang berpindah-pindah. Awalnya, pemprov DKI menunjuk Marunda, Jakarta Utara, kemudian pindah ke Pulo Gebang, Jakarta Timur. Meski sempat bingung, para pengembang ini patuh kepada peraturan tersebut dan membangun rusun bersama-sama.

"Ada ketentuan tingginya, luas, bahannya, itu barenglah dibicarakan dengan Pemprov. Uangnya dari kami," kata Amran.

Seharusnya, kata Amran, saat ini hal tersebut bisa dilaksanakan kembali, yakni mengumpulkan pengembang untuk membangun fasum dan fasos bersama-sama.

Ia juga mengatakan, dengan mengonversi kewajiban yakni memberi uang tunai, bukanlah solusi tepat. Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama atau Ahok memiliki pemikiran yang sejalan dengan para pengembang.

"Pak Ahok selalu bicara, kalau pengembang kasih duit ke beliau, 'nanti Anda ditangkap KPK, saya juga ditangkap KPK. Jadi kalau Anda mau ngasih, jadikan baranglah. Jadi taman, atau truk sampah gitu ya'," jelas Amran menirukan kata-kata Ahok.

Ia mencontohkan, jika memberi Rp 10 miliar ke kas Pemprov, urusannya menjadi panjang. Selain itu juga uang tersebut belum tentu menjadi barang.

"Kita sudah punya bukti kongkrit (rusun Pulo Gebang), Kenapa tidak kita ulangi seperti itu?" kata Amran.

Ia menambahkan, beberapa pengembang ada yang telah melaksanakan kewajibannya dengan mendirikan rusun masing-masing. Namun, karena dihitung dari luas bangunan komersialnya saja, maka rusun yang dibangun hanya 3 lantai saja. "Berbeda kalau bersama-sama bangun, kan unitnya jadi lebih banyak," jelas Amran. (Arimbi Ramadhiani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×