Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Kinerja ekspor biji kakao selama kuartal I-2011 agak mengecewakan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, nilai ekspor kakao Januari hingga Maret 2011 sebesar US$ 332,5 juta. Jumlah tersebut turun 17,20% dibanding nilai ekspor pada periode sama tahun lalu yang sebesar US$ 401,6 juta.
Dari volume, kinerja ekspor juga terus turun. Masih menurut data BPS, volume ekspor Januari-Maret tahun ini hanya sebanyak 103,8 juta kilogram (kg), turun 21,68% dibandingkan volume ekspor pada periode sama ta 132hun lalu yang sebanyak 132,5 juta kg.
Wakil Menteri Perdagangan, Mahendra Siregar mengatakan, penurunan ekspor biji kakao terjadi lantaran penyerapan biji kakao di dalam negeri terus meningkat. Peningkatan konsumsi terjadi seiring dengan pertumbuhan industri hilir kakao.
Di sisi lain, ekspor kakao olahan juga terus tumbuh. Sepanjang Januari-Februari 2011 lalu, nilai ekspor kakao olahan Indonesia naik mencapai US$ 12,1 juta. Ini meningkat 63% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yang hanya US$ 7,4 juta.
Mahendra mengatakan, peningkatan ekspor kakao olahan mengindikasikan investasi di industri pengolahan kakao mulai menuai hasil. "Ini yang ingin kami terus tingkatkan untuk memberi nilai tambah bagi ekspor kakao," ujar Mahendra, Selasa (3/5).
Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Zulhefi Sikumbang berpendapat, bisa jadi penurunan ekspor itu memang terjadi lantaran konsumsi di dalam negeri terus meningkat. Namun, ia juga menduga, penurunan ekspor bisa terjadi lantaran produksi biji kakao sedang turun.
Maklum, sejak tahun lalu, produksi kakao di beberapa daerah terhambat oleh cuaca buruk dan hama penggerek buah kakao. Kondisi ini disinyalir masih berlangsung sepanjang kuartal I-2011. "Ada kemungkinan produksi menurun, jadi ekspor ikut turun," imbuh Zulhefi.
Askindo memperkirakan, akibat cuaca buruk dan serangan hama, tahun ini produksi kakao bisa turun dibanding tahun lalu. Askindo memprediksi, tahun ini produksi biji kakao nasional hanya sebanyak 500.000 ton. Prediksi tersebut lebih rendah 20% dibanding realisasi produksi tahun lalu yang sebanyak 600.000 ton.
Penyebab lain penurunan ekspor adalah program Gerakan Nasional (Gernas) Kakao yang dicanangkan Kementerian Pertanian (Kementan) ternyata kurang efektif. Zulhefi menilai, Gernas hanya terpaku pada pemberian bibit kakao, tanpa memberikan penyuluhan kepada petani. Padahal, petani lebih membutuhkan penyuluhan dan pendampingan, terutama dalam memberantas serangan hama penggerek buah kakao.
Ketua Forum Petani Kakao Polewali-Mandar Sulawesi Barat Andi Muchtar mengakui, penyuluhan melalui Gernas Kakao kurang intens. Menurutnya, banyak petani menemukan masalah di lapangan. "Kami meminta pendampingan dari pemerintah," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News