Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi
Airlangga melanjutkan, ke depannya , keekonomian Bioavtur J2.4 harus terpenuhi dengan memanfaatkan segala fasilitas yang telah diberikan oleh Pemerintah, baik terkait perpajakan seperti super tax deduction untuk riset maupun insentif non fiskal. Dengan perkiraan konsumsi avtur harian sekitar 14 ribu KL, maka potensi pasar bioavtur J2.4 akan mencapai sekitar Rp 1,1 triliun per tahunnya. Dengan demikian, maka ini akan menjadi pangsa pasar yang besar bagi pengembangan industri sawit nasional.
Asal tahu saja, Emisi CO2 dari sektor penerbangan diperkirakan menyumbang sebesar 2,1% dari kontribusi global. Sektor penerbangan internasional di bawah naungan International Civil Aviation Organization (ICAO) telah mengeluarkan target aspirasional yaitu efisiensi bahan bakar sebesar 2% per tahun hingga 2050 dan mencapai Carbon Neutral Growth dari tahun 2020.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Novie Rianto sangat mengapresiasi pencapaian pengembangan bahan bakar alternatif untuk pesawat udara. Hal ini dinilai sejalan dengan roadmap Direktorat Jenderal Perhubungan Udara yang mendorong penggunaan bahan bakar alternatif untuk pesawat udara.
“Penggunaan bahan bakar nabati untuk pesawat merupakan wujud upaya menurunkan emisi karbon di sektor penerbangan, sesuai kebijakan yang dikeluarkan oleh ICAO,” kata Novie.
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengungkapkan produksi bioavtur J2,4 dilakukan di Kilang Cilacap. Selain itu, pengembangan bioavtur disebut telah dimulai sejak 2014 lalu. “Bioavtur J2.4 mengandung nabati 2,4%, ini merupakan pencapaian maksimal dengan teknologi katalis yang ada”, ujar Nicke.
Selanjutnya: Harga dan pasokan EBT akan menjadi penentu target 51,6% EBT dalam RUPTL 2021-2030
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News