Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Percepatan hilirisasi bauksit perlu dilakukan seiring rencana pemerintah melarang ekspor produk mentah per Juni 2023 mendatang.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM Agus Tjahajana mengungkapkan, cadangan bauksit Indonesia tidak begitu banyak. Kondisi ini berbeda dengan bijih nikel.
"Kalau diobral, tidak diolah dan belum terbangun industrinya cadangan sudah tidak ada," kata Agus kepada Kontan, Kamis (22/12).
Baca Juga: Ekspor Bijih Bauksit Dilarang, Serapan Pasar Domestik Masih Rendah
Agus melanjutkan, hilirisasi bauksit dapat dilakukan dengan pembangunan smelter aluminium baru. Selanjutnya, peningkatan ekspor dalam bentuk alloy, billet dan pelat aluminium lembaran.
Menurutnya, pembangunan refinery untuk mengolah bauksit menjadi alumina perlu dilakukan sebab permintaan produk tersebut cukup tinggi. Langkah ini juga bakal mendorong nilai tambah.
"Dari bauksit ke alumina kira-kira 12 kali nilai tambahnya," jelas Agus.
Agus menjelaskan, pembangunan refinery umumnya membutuhkan waktu tiga hingga empat tahun. Di sisi lain, Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) menilai tingkat serapan pasar domestik masih mini.
Baca Juga: Kemenkeu Optimistis Kebijakan Hilirisasi Bijih Bauksit Bakal Dongkrak Kinerja Ekspor
Pelaksana Harian Ketua Umum APB3I Ronald Sulistyanto mengungkapkan, bisnis akan menjadi lebih sulit jika larangan ekspor diimplementasikan.
"Serapan bauksit (dalam negeri) 12-an juta ton per tahun. Produksi ada 58 juta ton, jadi ada 46 juta ton yang mau dikemanakan," ungkap Ronald ketika dihubungi Kontan, Kamis (22/12).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News