Reporter: Fitri Nur Arifenie |
JAKARTA. Pemerintah mempertimbangkan kebijakan untuk melindungi pertamax pasca pemberlakuan kebijakan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang akan diberlakukan per 1 April 2012.
Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Evita Herawati Legowo menuturkan kebijakan proteksi pertamax itu tidak perlu mengubah undang-undang migas. Proteksi terhadap pertamax tersebut berupa peraturan seperti keputusan menteri.
"Ini sedang kami bahas, bagaimana dan opsi-opsi apa saja yang akan diambil pemerintah untuk memproteksi itu," ujar Evita, Kamis (26/1). Beberapa kebijakan yang sedang dipertimbangkan oleh pemerintah di antaranya adalah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) asing harus memiliki kilang. Hal ini seperti yang diminta oleh Pertamina.
Selain itu, pemerintah pusat juga sedang mempertimbangkan untuk mengambil alih izin pemberian SPBU. Selama ini, untuk izin pemberian SPBU yang berwenang adalah pemerintah daerah. "Pemerintah pusat hanya memberikan izin usaha badan niaga-nya. kalau izin SPBU adalah pemerintah daerah. Nanti kita diskusikan apakah ini mau diambil alih oleh pemerintah pusat atau tidak," jelas Evita.
Dengan kebijakan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi bagi mobil pribadi, hal itu diperkirakan akan meningkatkan permintaan BBM non subsidi. Kondisi ini akan membuka peluang pasar produk BBM non subsidi bagi para pelaku bisnis hilir minyak dan gas, termasuk perusahaan-perusahaan asing. Karena itu, SPBU asing diperkirakan makin marak dalam beberapa bulan ke depan. Hal ini tentu saja akan berdampak buruk bagi SPBU-SPBU nasional.
Pertamina kalah saing
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Djaelani Sutomo pernah mengakui akan kalah bersaing jika harus bersaing dengan kompetitor SPBU asing dalam menjajakan BBM nonsubsidi. "Kalau sama-sama jual pertamax di dalam kota, Pertamina pasti kalah karena pasokan pertamax kami hanya berasal dari kilang Balongan, sementara kilang lainnya memproduksi premium," ujar Djaelani.
Jika dipaksakan kilang lain memproduksi pertamax, harganya akan jauh lebih mahal. Kilang Pertamina baru benar-benar siap memproduksi pertamax secara massal 2 tahun lagi. "Karena kilang-kilang Pertamina ini rata-rata sudah tua, jadi perlu ada revamping dan baru mulai agak siap pada 2014," ungkapnya.
Apalagi dari data di lapangan, harga pertamax milik Pertamina ternyata jauh lebih mahal dibandingkan harga pertamax di SPBU Shell, Petronas, Total dan SPBU Asing lainnya. "Namun kalau dari segi impor pertamax, Pertamina masih bisa bersaing dengan dapat pasokan sebanyak 1,5 juta kl," ujar Djaelani.
Karenanya, lanjut Djaelani, untuk bisa bersaing dari sisi impor, pemerintah harus memberikan proteksi ke pada Pertamina. "Kami di Malaysia saja tidak diizinkan membangun SPBU kalau tidak bangun kilang minyak di sana, kenapa SPBU Petronas di sini dibolehkan tanpa harus repot bangun kilang. Itu salah satu yang kami harapkan dari pemerintah," tukas Djaelani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News