kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah mendorong partisipasi pelaku usaha untuk mendukung pengambangan EBT


Jumat, 27 November 2020 / 14:00 WIB
Pemerintah mendorong partisipasi pelaku usaha untuk mendukung pengambangan EBT
ILUSTRASI. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) ANTARA FOTO/Anis Efizudin/wsj.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - BEKASI. Pemerintah terus mendorong partisipasi pelaku usaha untuk turut mendukung percepatan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Saat ini, pemerintah tengah melaksanakan berbagai program akselerasi agar porsi EBT mencapai target 23% pada bauran energi nasional tahun 2025.

Salah satu upaya pemerintah adalah program pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap secara masif baik pada sektor rumah tangga, ekowisata, sektor industri, maupun bangunan komersial.

Kamis (27/11) lalu, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, dan Komisi VII DPR RI melakukan kunjungan kerja untuk melihat implementasi pemanfaatan sistem PLTS Atap pada PT Coca Cola Amatil di Cikarang Barat, Bekasi.

PLTS Atap ini mulai dipasang pada 2019 dengan kapasitas 7,13 MWp dan telah beroperasi pada Oktober 2020 dengan kapasitas 2,65 MWp. Sisa kapasitas sebesar 4,48 MWp diperkirakan akan beroperasi pada awal tahun 2021.

PLTS Atap ini merupakan panel surya terbesar yang dipasang di fasilitas manufaktur di Asia Tenggara dengan nilai investasi sebesar Rp 87 miliar. Pembangkit ini mampu mengurangi 13% dari pemakaian listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan mampu membantu mengurangi emisi karbon sebesar 8,9 juta kilogram per tahun.

Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyampaikan, pemerintah saat ini mendorong percepatan pengembangan EBT melalui PLTS skala besar, PLTS Substitusi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), dan pengembangan PLTS Atap secara masif pada berbagai sektor.

“Kami sangat mengapresiasi implementasi PLTS Atap di PT Coca Cola Amatil. Ini akan mendorong perusahaan swasta yang lain untuk melakukan hal yang sama,” ungkap dia dalam siaran pers di situs Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Kamis (26/11).

Sebagai informasi, hingga kuartal-III 2020, kapasitas PLTS Atap baik yang dipasang oleh pelanggan PLN (on grid), pelanggan non PLN, maupun off grid memiliki total kapasitas sebesar 30,40 MWp.

Dari data yang diperoleh, jumlah pelanggan PLTS Atap PLN tercatat sebanyak 2.779 pelanggan dengan total kapasitas 19,22 MWp. Dari jumla tersebut, tercatat sektor industri berkontribusi sebanyak 17 pelanggan dengan total kapasitas 8,08 MWp, sektor bisnis 196 pelanggan dengan kapasitas 2,29 MWp, dan sisanya dari sektor rumah tangga, pemerintah, sosial, dan layanan khusus.

Adapun total kapasitas pelanggan PLN yang memasang PLTS Atap secara off grid maupun pelanggan Wilayah Usaha Non PLN yang memasang PLTS Atap mencapai 11,18 MWp.

Baca Juga: Kementerian ESDM pastikan pengelolaan APBN utamakan transparansi dan akuntabilitas

Lebih lanjut, Dadan menyatakan, pemerintah memberikan kemudahan bagi swasta dalam pengembangan PLTS melalui pemberian insentif fiskal dan dukungan pembiayaan. Dia menyebut, insentif pengembangan PLTS sebenarnya sudah ada secara perundang-undangan di sektor keuangan.

“Memang ini dalam implementasi bahwa biaya masuk bebas untuk peralatan yang diperuntukkan untuk pembangkit listrik. Kemudian ada dari sisi pembiayaan komitmen dari OJK untuk mendukung green investment. Kami juga sebetulnya punya hubungan yang baik dengan PT SMI yang ini sedang berlangsung,” terang dia.

Sebagai informasi, insentif fiskal yang diberikan pemerintah untuk pengembangan pembangkit EBT yakni berupa tax allowance, fasilitas bea masuk, dan tax holiday.

Tax allowance merupakan pemberian fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau di daerah tertentu melalui pengurangan pajak penghasilan bersih selama 6 tahun sebesar 5% setiap tahunnya.

Insentif berikutnya yaitu pembebasan bea masuk pada mesin dan peralatan serta barang dan bahan baku untuk produksi. Pembebasan bea masuk atas mesin dan peralatan meliputi 2 tahun pembebasan bea masuk atas bahan baku dan tambahan 2 tahun pembebasan bea masuk untuk bahan baku bagi perusahaan yang menggunakan mesin dan peralatan produksi lokal dengan nilai minimal 30%.

Terakhir, insentif fiskal yang diberikan pemerintah untuk mendorong investasi EBT adalah tax holiday. Insentif ini memberikan pembebasan pajak dengan rentang waktu dan berdasarkan jumlah investasi.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi VII DPR RI Ramson Siagian menyampaikan, sesuai Undang-Undang Ketenagalistrikan, pemerintah memberikan penugasan kepada PLN untuk menyediakan kebutuhan listrik bagi masyarakat umum. Dengan begitu, PLN membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak untuk menyediakan kebutuhan listrik bagi masyarakat umum.

Menurutnya, tren global terhadap perlunya penggunaan energi bersih tuntutannya semakin tinggi seiring pandemi Covid-19 dan Paris Agreement dengan isu perubahan iklim yang secara global semakin deras.

Indonesia juga berusaha mencapai target-target penurunan gas emisi CO2 di sektor energi termasuk energi listrik yang telah direspona dengan perencanaan dan pembangunan pembangkit-pembangkit listrik yang menggunakan sumber EBT. “Kepada PT. Coca-cola Amatil Indonesia, visi Komisi VII sudah jelas mendukung energi baru terbarukan,” tandas Ramson.

Selanjutnya: Kejar target, di 5 tahun ke depan, butuh tambahan PLTS lebih dari 1.000 MW per tahun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×