Reporter: Filemon Agung | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah diminta segera mematangkan rencana pemberian insentif untuk kendaraan listrik.
Peneliti Institut for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov mendukung rencana pemerintah memberikan insentif atau subsidi pembelian kendaraan listrik.
Menurutnya, kebijakan ini dapat menarik minat masyarakat beralih dari kendaraan bahan bakar minyak (BBM) ke kendaraan ramah lingkungan.
Untuk itu, pemerintah didorong untuk segera mematangkan kebijakan ini sebab dapat mempercepat terbentuknya ekosistem kendaraan listrik.
"Saya menilai insentif ini masuk akal dan bisa diterima. Dengan adanya insentif maka secara gradual konsumen beralih ke kendaraan listrik, karena kita kan tahu harga kendaraan listrik masih relatif mahal. Jadi saya mendukung," kata Abra dalam keterangan resmi, Sabtu (7/1).
Baca Juga: Ekspansi Ekosistem Kendaraan Listrik Bisa Menyetrum Prospek Emiten Komponen Otomotif
Menurut Abra, wacana tersebut harus dimatangkan agar menuju ke arah yang lebih serius, yaitu dengan dibuatkan payung hukum yang dijadikan petunjuk teknis pelaksanaan pemberian insentif pembelian kendaraan listrik.
"Secara regulasi harus segera ada payung hukum atau aturan main terkait insentif ini. Termasuk kriteria kendaraan listrik apa saja yang layak mendapatkan insentif. Dari sisi nilai misalnya, kendaraan listrik yang sangat mahal ya tidak perlu insentif," imbuh Abra.
Abra turut menekankan penerapan subsidi energi terintegrasi khusususnya pada subsidi BBM.
Abra menjelaskan, pengalihan subsidi BBM menjadi insentif untuk pembelian kendaraan listrik dapat meminimalkan bertambahnya beban keuangan negara.
"Dengan adanya insentif ini akan ada pergeseran transportasi kendaraan pribadi dari yang sebelumnya menggunakan BBM menjadi listrik, sehingga subsidi energinya direlokasi dari BBM ke stimulus kendaraan listrik," terang Abra.
Agar lebih efektif, masyarakat nantinya diberikan dua pilihan yaitu stimulus pembelian kendaraan listrik atau subsidi BBM.
"Itu akan menjadi pilihan masyarakat tapi kebijakan subsidinya harus terintegrasi. Jadi masyarakat tidak bisa menikmati dua subsidi, masyarakat akan memutuskan kendaraan mana yang akan menguntungkan untuk masyarakat," pungkas Abra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News