kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemerintah sangsi dengan kemampuan Pertamina


Senin, 30 Oktober 2017 / 12:20 WIB
Pemerintah sangsi dengan kemampuan Pertamina


Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menjilat ludah sendiri. Semula mereka percaya diri menugaskan PT Pertamina (Persero) menjadi operator atas delapan blok minyak dan gas (migas) terminasi yang habis masa kontrak pada tahun 2018-2019. Namun kini, rencana itu bakal menguap.

Perubahan selera itu terpaut sekitar sembilan bulan dari sejak keputusan awal muncul. Pada 31 Januari 2017 lalu, pemerintah cukup yakin menunjuk Pertamina untuk mengelola delapan blok migas terminasi.

Ego Syahrial, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengakui, Pertamina sudah menyodorkan proposal. BUMN tersebut juga sudah memperlihatkan kesungguhan dalam mengelola blok terminasi. Namun itu saja tak cukup.

Sorotan utama pemerintah adalah stabilitas produksi dan efisiensi biaya. Pemerintah tak ingin produksi blok-blok migas tadi susut dan biaya produksinya membengkak.

Nah, pemerintah masih meragukan kemampuan Pertamina dalam dua hal tadi. "Walaupun ini yang namanya rezim gross split, kami ingin cost itu efisien dalam mengelola migas, yaitu produksi jangan turun dan biaya per barel tidak melebihi yang sebelumnya," ujar Ego, Jumat (27/10) pekan lalu.

Oleh karena itu, pemerintah menawarkan opsi lain agar Pertamina tetap bisa ikut mengelola blok-blok migas terminas. Tawaran pemerintah adalah Pertamina melibatkan kontraktor existing dalam pengelolaannya.

Jadi, kontraktor existing bisa ikut mengelola blok terminasi lewat skema joint operator dengan Pertamina. Skema tersebut sejatinya sama dengan skema pengelolaan yang ditawarkan pemerintah di Blok Mahakam.

Pemerintah yakin, skema joint operator bisa mengakomodasi kepentingan semua pihak. "Pemerintah ingin jangan sampai produksi turun dan biaya tinggi, kalau ada yang lebih baik, Pertamina juga senang kan kalau ada yang lebih baik daripada dia," tutur Ego.

Mengincar dua blok

Sejauh ini, pemerintah telah memetakan empat blok migas terminasi yang bisa menggunakan skema joint operator. Keempatnya meliputi Blok Tuban, Blok Sanga Sanga, Blok Ogan Komering dan Blok South East Sumatra.

Sementara Blok NSO yang memang sudah dioperatori Pertamina, akan tetap dioperatori BUMN itu. Lalu, Blok Tengah akan menjadi uniti dari Blok Mahakam.

Kalau untuk Blok Attaka dan Blok East Kalimantan, pemerintah berencana melakukan lelang ulang. Sebab, baik kontraktor existing maupun Pertamina tidak berminat untuk mengelolanya.

Informasi saja, beberapa blok-blok migas terminasi dengan masa kontrak berakhir tahun 2018-2019 memang sudah mendapuk Pertamina sebagai operator. Pertamina tampil sebagai oeprator tunggal maupun lewat skema joint operating body(JOB).

Dalam kesempatan sebelumnya, manajemen Pertamina menyatakan masih berhasrat dengan sejumlah blok migas terminasi. Perusahaan pelat merah itu terutama mendamba jadi operator Blok Sanga Sanga dan Blok South East Sumatra.

Syamsu Alam, Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) mengatakan, proposal Pertamina sudah disampaikan ke Kementerian ESDM sejak beberapa bulan yang lalu. "Proposal yang kami sampaikan masih sama, Sanga Sanga dan Offshore South East Sumatera termasuk yang diusulkan untuk kami kelola," tegasnya saat dihubungi KONTAN, Rabu (25/10).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×