Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pemerintah kembali mengajukan rencana kenaikan tarif royalti batubara, setelah sempat menunda rencana ini beberapa waktu lalu. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan tengah menuntaskan formula kenaikan tarif royalti batubara, dan akan segera disampaikan ke Menteri Koordinator Perekonomian.
Paul Lubis, Direktur Program Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, mengatakan, pihaknya telah sepakat untuk mengerek besaran tarif royalti secara progresif ketika harga batubara acuan (HBA) menembus US$ 80 per ton. "Tahun ini kenaikan royalti tetap akan kami laksanakan. Kalau harga jual sudah US$ 80 per ton, kami akan mengenakan pungutan windfall (keuntungan)," kata dia di kantornya, akhir pekan lalu.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9/2012 tentang Penerimaan Negara Non-Pajak di Kementerian ESDM menetapkan beberapa tarif royalti batubara. Tarif royalti batubara untuk izin usaha pertambangan (IUP) berkalori rendah atawa di bawah 5.100 kilo kalori per kilogram (kkal/kg) sebesar 3% dari harga jual.
Tarif royalti batubara kualitas sedang kadar 5.100 kkal/kg–6.100 kkal/kg sebesar 5% dari harga jual.
Sedangkan tarif royalti batubara kualitas tinggi atau di atas 6.100 kkal/kg mencapai 7% dari harga jual. Sementara, tarif royalti plus pengembangan batubara pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) dipungut rata 13,5% dari harga jual.
Semula, pemerintah hendak menaikkan royalti untuk IUP dengan menyeragamkan besaran tarifnya seperti PKP2B. Namun, kalangan pengusaha memprotes sehingga Kementerian ESDM mengurungkan niatnya.
Paul menyatakan, pemerintah sepakat dengan usul pengusaha dengan tetap membedakan tarif royalti berdasarkan kualitas batubara. "Kami memproyeksikan kenaikannya akan menjadi 7% untuk kalori rendah, 9% untuk kalori sedang, dan 13,5% untuk produksi batubara kalori tinggi," jelasnya.
Kenaikan royalti tersebut akan berlaku secara bertahap tergantung harga jual batubara. Paul mencontohkan, saat ini tarif royalti batubara kalori rendah sebesar 3%. Ketika HBA melewati US$ 80 per ton, tarif royaltinya akan naik secara progresif hingga 7%, tergantung dengan penetapan harga jual batubara.
Adapun tarif royalti batubara kalori sedang dan tinggi akan dirumuskan. "Formula tarifnya belum bisa saya informasikan karena masih dibahas lagi. Pekan depan kami akan presentasi di depan Wakil Menteri ESDM, lalu diusulkan kembali ke pengusaha batubara," jelas dia.
Formula baru tarif royalti tersebut akan diatur dalam revisi PP Nomor 9/2012. Paul menambahkan, Kementerian ESDM mengupayakan pembahasan tarif tersebut akan rampung dalam waktu dekat, sehingga pemberlakuan tarif baru dapat dimulai pada akhir tahun 2014 ini.
Jangan terburu-buru
Ekawahyu Kasih, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) mengatakan, harga jual batubara dari waktu ke waktu terus menurun. "Pemerintah seharusnya tidak terlalu terburu-buru untuk meningkatkan penerimaan negara melalui royalti batubara," ujar dia.
Dia menambahkan, rendahnya harga batubara di sepanjang tahun ini tentu saja telah memukul industri tambang batubara. Alhasil, perlu waktu sekitar satu tahun bagi kalangan pengusaha untuk memulihkan kondisi keuangan perusahaan dan belum untuk membayar tarif royalti yang lebih tinggi.
Menurutnya, seharusnya prioritas utama pemerintah sekarang ini yaitu mengeluarkan kebijakan yang berdampak pada peningkatan harga jual batubara, misalnya menerapkan pembatasan produksi nasional agar permintaan di pasar ekspor dapat melonjak tajam. "Secara psikologis harga yang masih memberikan tekanan, investor tambang masih kesulitan," jelas dia.
Asal tahu saja, HBA per Juni 2014 ditetapkan sebesar US$ 73,64 per ton. Harga tersebut naik tipis dibandingkan dengan penetapan HBA per Mei 2014 yang sebesar US$ 73,60 per ton. Sehingga, rata-rata harga patokan komoditas selama enam bulan pertama tahun ini hanya mencapai
US$ 78,54 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News