Reporter: Petrus Dabu | Editor: Test Test
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan meninjau ulang harga jual listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) ke PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Rencanannya, penetapan tarif akan beragam di setiap wilayah.
"Kami sedang mengkaji, karena lebih baik kalau harga panas bumi untuk PLN tidak sama di seluruh Indonesia karena kondisinya beda-beda," ujar Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kardaya Warnika, Senin (7/11). Saat ini, harga jual listrik dari PLTP ke PLN maksimal US$ 9,7 sen per kilowatt per jam (kwh). Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No. 2/2011 tentang Penugasan kepada PLN Membeli Listrik dari PLTP.
Kardaya mengatakan, dalam ketentuan baru nanti harga jual PLTP ke PLN bisa lebih tinggi dari US$ 9,7 sen per kwh. "Kami berpendapat untuk daerah yang tidak ada energi lain yang tersedia selain bahan bakar minyak, kalau ada panas bumi harganya bisa lebih tinggi," ujar Kardaya.
Namun, ia buru-buru menegaskan bahwa pihaknya belum menentukan batas harga baru tersebut. Kementerian ESDM menargetkan aturan baru tersebut dapat selesai tahun ini sehingga proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 megawatt (mw) tahap II yang sebagian besar merupakan PLTP tidak terhambat soal harga.
Direktur Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Sugiharto Harsoprayitno menambahkan, dalam penentuan harga jual listrik dari PLTP ini, pemerintah menggunakan harga pembangkit berbahan bakar minyak sebagai acuan (benchmark).
Ia pun memandang, meskipun harga pembelian listrik panas bumi ada yang lebih tinggi dari US$ 9,7 sen per kwh, tetapi harga itu tetap lebih ekonomis dibandingkan harus menyalakan pembangkit berbahan bakar minyak yang menelan biaya hingga US$ 30 sen per kwh.
Sementara itu, Abdi Purnomo, Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia menyambut baik rencana pemerintah mengkaji ulang harga jual listrik dari PLTP ke PLN. Menurut Purnomo, pemerintah memang perlu mempertimbangkan aspek kewilayahan dalam menentukan tarif jual listrik PLTP. "Sebab, kondisi infrastruktur antardaerah tidak sama, untuk daerah remote harganya memang harus lebih tinggi karena investasinya lebih besar," ujarnya.
Selain itu, cadangan panas bumi di masing-masing derah juga berbeda-beda. Untuk yang cadangan lebih rendah, perlu investasi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah dengan cadangan yang lebih besar. Karena, di lapangan yang memiliki cadangan kecil, investor harus membangun sumur lebih banyak. Adapun biaya investasi satu sumur mencapai US$ 6 juta-US$ 7 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News