kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.912   12,00   0,08%
  • IDX 7.199   58,54   0,82%
  • KOMPAS100 1.106   11,37   1,04%
  • LQ45 878   11,64   1,34%
  • ISSI 221   1,06   0,48%
  • IDX30 449   6,23   1,41%
  • IDXHIDIV20 540   5,82   1,09%
  • IDX80 127   1,42   1,13%
  • IDXV30 134   0,44   0,33%
  • IDXQ30 149   1,71   1,16%

Pemerintah ubah Jenis dan tarif royalti tambang, ESDM: untuk dorong hilirisasi


Rabu, 11 Desember 2019 / 16:01 WIB
Pemerintah ubah Jenis dan tarif royalti tambang, ESDM: untuk dorong hilirisasi
ILUSTRASI. A worker displays nickel ore in a ferronickel smelter owned by state miner Aneka Tambang Tbk at Pomala district, Indonesia, March 30, 2011.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah mengubah jenis dan tarif iuran produksi atau royalti tambang, khususnya untuk komoditas mineral. Perubahan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Dalam beleid ini, tarif royalti untuk sejumlah komoditas mineral diatur lebih rinci berdasarkan produk dan proses penambangan. Untuk bijih mentah (ore) dikenakan tarif lebih mahal, sedangkan produk tambang yang sudah diolah atau dimurnikan diberikan tarif yang lebih murah.

Baca Juga: DPR: Revisi UU Minerba paling lambat rampung Agustus 2020

Direktur Penerimaan Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Jonson Pakpahan menyampaikan, perubahan itu dilakukan untuk mendorong hilirisasi. Menurut Jonson, peningkata nilai tambah diperoleh melalui proses pengolahan dan juga pemurnian melalui smelter.

Untuk itu, kata Jonson, produk hasil smelter dikenakan tarif royalti sesuai jenis produknya dengan tarif yang lebih rendah dibanding tarif yang dikenakan pada ore. "Pokoknya kalau yang jual ore (tarif royalti) leih tinggi. Itu untuk mendorong dilakukan peningkatan nilai tambah terhadap produk hasil tambang," kata Jonson saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (11/12).

Sebagai contoh, di PP ini, tarif royalti untuk bijih nikel dikenakan sebesar 10% dari harga jual per ton. Naik dua kali lipat dari tarif sebelumnya yang hanya sebesar 5%, sebagaimana yang diatur dalam PP Nomor 9 Tahun 2012.

Untuk produk lanjutan, tarif royalti dipatok lebih mini. Produk pengolahan berupa nickel matte, misalnya, dipatok sebesar 2% dari harga jual per ton, turun dari tarif sebelumnya yang senilai 4%. Hal yang sama juga berlaku untuk Ferro Nickel (FeNi) yang royaltinya turun dari sebelumnya 4% menjadi 2%.

Komoditas lain yang mengalami perubahan, antara lain adalah bauksit. Saat ini, bahan mentah bauksit dikenakan tarif royalti lebih tinggi menjadi 7% dari ahrga jual per ton. Sebelumnya, hanya dikenakan 3,75%.

Baca Juga: Jamin pasokan, Komisi VII DPR usulkan pemerintah terapkan DMO gas

Sementara untuk produk pemurnian bauksit yakni Chemical Grade Alumina (CGA) dan Smelter Grade Alumina (SGA) sekarang dikenakan royalti 3%.

Hal yang sama juga terjadi di bijih besi dan mangan. Dengan aturan lama, royalti bijih besi hanya 3% dari harga jual per ton. Sementara saat ini melonjak menjadi 10%.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×