kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jamin pasokan, Komisi VII DPR usulkan pemerintah terapkan DMO gas


Selasa, 10 Desember 2019 / 17:46 WIB
Jamin pasokan, Komisi VII DPR usulkan pemerintah terapkan DMO gas
ILUSTRASI. Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengusulkan adanya kewajiban penjualan gas bumi


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengusulkan adanya kewajiban penjualan gas bumi untuk keperluan dalam negeri alias Domestic Market Obligation (DMO). Hal itu dimaksudkan untuk menjaga ketersediaan gas bagi keperluan domestik.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu mengatakan, pihaknya meminta agar pemerintah bisa mempertimbangkan kebijakan ini. Gus bilang, pemerintah bisa mengkaji sejumlah skema DMO gas. Misalnya seperti dalam DMO batubara, yang mana pemerintah menetapkan patokan baik dari sisi volume maupun harga.

Baca Juga: Harga batubara bergejolak, dua emiten ini tetap akan akuisisi lahan tambang di 2020

Gus menyebut, DMO gas ini diperlukan untuk mendukung sejumlah kepentingan dalam negeri. Seperti untuk mengamankan pasokan bagi industri pupuk dan petrokimia, serta untuk kelistrikan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Selain itu, sambung Gus, ketersediaan gas dalam negeri perlu dijamin untuk mendukung program jaringan gas (jargas) yang bertujuan sebagai substitusi penggunaan LPG yang 75% masih impor.

"Hal ini untuk membuktikan keberpihakan kita. Idealnya tentu DMO itu terkait volume dan harga untuk kepastian," kata Gus Irawan saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (10/12).

Baca Juga: Mengenal Boy Thohir, kakak Menteri BUMN yang masuk daftar orang tertajir Indonesia

Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, DMO gas ini masih memungkinkan untuk diterapkan sebagaimana DMO batubara. Tapi, Komaidi menilai bahwa yang menjadi isu di DMO gas bukan terkait volume lantaran dalam beberapa tahun ke depan ada sejumlah proyek gas yang on stream.

Sehingga, Komaidi berpendapat DMO gas ini menitik beratkan pada isu harga. "Kalau dari sisi pasokan atau alokasi harusnya cukup, jadi yang jadi isu (DMO gas) itu harga," kata Komaidi.

Namun, Komaidi mengingatkan apabila DMO gas ini jadi diterapkan, maka bagi hasil dari kontraktor atau perusahaan gas di hulu tidak dipangkas supaya tidak mengganggu keekonomian. Alhasil, DMO harga itu dikompensasi dengan pemotongan bagian dari pemerintah.

Baca Juga: Luhut: Indonesia andalkan hilirisasi mineral untuk tekan defisit transaksi berjalan

"Bagian pemerintah jadi yang diturunkan. Penerimaan dari hulu turun, karena harganya jadi lebih murah," ungkap Komaidi.

Komaidi memberikan gambaran, semisal harga gas berada di angka US$ 9, dengan bagi hasil US$ 5 untuk pemerintah dan US$ 4 untuk kontraktor. Apabila harga gas turun menjadi US$ 7, maka bagi hasil untuk kontraktor tetap US$ 5, sedangkan bagian pemerintah menjadi diturunkan.

"Bagian (kontraktor) itu tidak boleh terganggu. Nah, itu yang harus dipertimbangkan," ujarnya.

Baca Juga: Penerimaan negara seret, alokasi dana bagi hasil tahun 2019 lebih kecil

Komaidi khawatir, jika bagian kontraktor menjadi berkurang, hal itu akan mengganggu keekonomian proyek di hulu migas. Alhasil, iklim investasi menjadi tak menarik, sehingga secara jangka panjang justru akan mengganggu produksi dan ketersediaan gas.

"Karena ini industri ekstraktif, khawatirnya justru kontra produktif ke investasi kalau sampai (bagian kontraktor) terganggu," jelas Komaidi.

Hingga tulisan ini dibuat, pihak Kementerian ESDM masih belum bersedia untuk memberikan tanggapan. Namun, Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Fatar Yani berpendapat, DMO gas tidak perlu diberlakukan lantaran pemanfaatan gas untuk keperluan dalam negeri terus meningkat.

Baca Juga: Belum akan akuisisi lahan tambang, ini fokus bisnis Adaro Energy tahun 2020

"Kalau menurut hemat kami, tidak perlu DMO karena kita terus mendorong untuk keperluan domestik," ujar Fatar ke Kontan.co.id, Selasa (10/12).

Berdasarkan data dari SKK Migas, hingga 31 Oktober 2019, penyerapan gas untuk keperluan domestik mencapai 65% dari produksi atau sekitar 4.000 mmscfd. Jumlah itu meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dimana pemanfaatan gas domestik sebesar 60%.

Adapun, tiga segmen terbesar yang menyerap gas di dalam negeri adalah industri (26%), kelistrikan (14%) dan pupuk (12%).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×