Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Dikky Setiawan
MEULABOH. PT Media Djaya Bersama masih melakukan pertemuan insentif dengan pemerintah provinsi Aceh dan pemerintah kabupaten Aceh Besar serta Pemerintah kabupaten Nagan Raya. Komunikasi tersebut diharapkan agar pemda terkait mempertimbangkan kembali rencana pemberlakuan qanun pertambangan.
Slamet Haryadi, Direktur Media Djaya Bersama mengatakan, pemberlakuan qanun tentu akan mempengaruhi kegiatan operasi produksi mengingat harga jual sedang lesu serta investasi yang cukup tinggi.
"Kami akan hitung ulang, baik secara investasi maupun beban biaya produksi yang kami tanggung. Kalau misalnya ini sangat memberatkan, dan rugi terus menerus bagaimana proyek kami bisa tetap berjalan," kata dia, Kamis (13/3).
Media Djaya Bersama memiliki dua anak usaha yang memegang konsesi izin usaha pertambangan (IUP) di Aceh. Yakni, PT Bara Energi Lestasi di Nagan Raya, dan PT Mifa Bersaudara di Aceh Barat.
Kedua akan memulai produksi komersial pada pertengahan tahun ini dengan total investasi sekitar US$ 150 juta untuk konstruksi tahapan produksi.
Slamet menjelaskan, dengan tambahan dana kompensasi daerah yang dituangkan di rancangan qanun pertambangan, yakni sekitar 3,6% dari harga jual, dan dana pemberdayaan masyarakat sebesar 2%, tentunya beban yang harus ditanggun perusahaan akan semakin meningkat.
"Bisa-bisa sekitar 12% yang harus kami keluarkan. Bahkan, jumlah akan meningkat kalau pemerintah pusat juga menaikkan tarif royalti IUP menjadi 13,5%," imbuhnya.
Slamet menuturkan, sekarang pihaknya terus melakukan konsultasi dengan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah agar meninjau kembali rencana kenaikan tarif royalti ini.
"Apalagi, sekarang ini kami masih menjual rugi, dengan harga jual batubara sekitar US$ 26 per ton, sedangkan cost produksi kami mencapai US$ 30,6 per ton," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News