Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pemerintah diminta untuk lebih bijaksana dalam membuat kebijakan menaikkan royalti pertambangan. Hal itu diungkapkan Peneliti Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara.
Menurutnya royalti antara pemegang IUP tidak bisa disetarakan dengan KK dan PKP2B. Sebab kemampuan bisnisnya berbeda. “Ini harus menjadi pertimbangan. Kalau mereka memiliki sekian ribu hektare berarti mereka itu sudah mampu," Ujar Marwan, Rabu (26/2).
Sebab jika disamakan dengan pertambangan besar, maka pengusaha tambang kecil akan sulit untuk berproduksi. Belum lagi banyaknya pungutan-pungutan liar yang terjadi di lapangan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI), Supriatna Suhala menambahkan, royalti yang akan dikenakan ke PKP2B adalah 13,5%. Kata Supriatna, jika harga batubara minimal US$ 100/ton pengusaha tidak keberatan jika royalti dinaikkan ke 13,5%. Sedangkan jika harga batubara di bawah US$ 100/ton akan memberatkan pengusaha.
Belum lagi kata dia setiap pemerintah daerah (Pemda) juga berencana untuk memungut royalti. Salah satunya yaitu Pemda Aceh yang akan menerapkan Perda (Qanun) Pertambangan Minerba. "Kalau pusat menaikkan dan ditambah lagi Qanun Aceh itu bisa sampai 20,5%. Makin berat jadinya," tegas dia.
Ketua Bidang Umum, Zen Zaeni Ahmad mengatakan bahwa pada prinsipnya setuju dengan Qanun. Namun dengan catatan pemerintah jangan ikut menaikkan royalti. "Alih-alih menciptakan situasi yang kondusif. Rencana ini akan semakin menambah beban royalti pengusaha di Aceh," kata Zen, Rabu (19/2).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News