Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Peraturan daerah atau Qanun Pertambangan Mineral dan Batubara yang diterbitkan oleh Pemerintah Aceh, saat ini tengah dikaji oleh tim dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kepastian ini disampaikan oleh Kepala Biro Hukum Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh.
"Sudah masuk di Kemendagri sekitar pertengahan Februari lalu," kata Zudan dalam keterangannya, Rabu (5/3). Hanya saja, ia mengaku belum mengetahui hasilnya seperti apa.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sebelumnya juga telah memastikan bahwa pihaknya belum memberikan restu terhadap Qanun Pertambangan oleh Pemda Aceh karena masih harus dibahas lintas kementerian, yakni Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan.
Kabarnya saat ini Qanun Pertambangan tersebut juga sudah berada di meja Menteri ESDM, Jero Wacik.
Dengan belum diputuskannya Qanun tersebut membuat para pengusaha tambang di Aceh sedikit bernapas lega. Pasalnya, harga batubara di kawasan tersebut saat ini hanya US$ 29 per ton. Sedangkan biaya produksinya mencapai lebih US$20 per ton.
Sebenarnya pengusaha tambang di Aceh tidak keberatan dengan Qanun Pertambangan oleh Pemda Aceh yang mengenakan royalti pertambangan sebesar 3,5 sampai 6%. Tapi dengan catatan, pemerintah pusat tidak ikut menaikkan royalti dari 5% menjadi 13,5%.
Sebab jika kedua aturan ini diterapkan, maka royalti yang dibayarkan pengusaha totalnya bisa mencapai 20,5%. “Ini jelas di luar kemampuan kami,” ujar Zen Zaeni Ahmad, Ketua Bidang Umum Forum Komunikasi Pengusaha Tambang Aceh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News