Reporter: Uji Agung Santosa | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Penurunan permintaan domestik membuat kinerja keuangan PT Cahaya Kalbar Tbk melemah tahun lalu. Jika pada tahun 2011 perusahaan emiten berkode CEKA ini berhasil mengumpulkan penjualan neto sebesar Rp 1,23 triliun, tahun 2012 turun menjadi Rp 1,12 triliun.
Meski beban pokok penjualan Rp 955 miliar, lebih rendah dari 2011 yang sebesar Rp 1,04 triliun, laba kotor perusahaan ini mencapai Rp 167,8 miliar pada 2012. "Laba turun sedikit dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 197,3 miliar," kata Emmanuel Dwi Iriyadi, Corporate Secretary Cahaya Kalbar.
Menurut Emmanuel, penurunan penjualan cukup tajam dialami untuk pasar dalam negeri. Jika pada tahun 2011 penjualan domestik mampu sebesar Rp 1, 015 triliun, di tahun 2012 turun menjadi Rp 901 miliar. Ia tidak bisa menjelaskan mengapa itu terjadi.
Sedangkan untuk penjualan ekspor, "Turun tipis dari Rp 222 miliar menjadi Rp 221 miliar," katanya.
Cahaya Kalbar berdiri tahun 1968. Cahaya adalah perusahaan yang berkecimpung dalam bisnis pengolahan kakao dan konsentrat aloe vera atau lidah buaya. Selain untuk makanan, perusahaan ini juga membuat berbagai jenis produk turunan dari dua komoditas itu sebagai bahan baku kosmetik dan industri farmasi.
Dalam situs resminya disebutkan, CEKA memproduksi dan memasok bahan-bahan baku untuk kue restoran, hotel, dan industri roti. CEKA juga mulai memasuki pasar ritel untuk produk minuman dengan merek Aloefit.
Saat ini, Cahaya Kalbar memiliki empat pabrik pengolahan di Pluit Jakarta, Jababeka I, Jababeka II, dan Pontianak dengan luas total mencapai 105 ha.
Dari pabrik itu, CEKA memproduksi produk olahan seperti minyak khusus atau specialty fats untuk memenuhi kebutuhan industri cokelat dan permen coklat, serta margarin cair dengan merek Golden Pond termasuk produk olehan kakao seperti cocoa butter.
CEKA sebelumnya telah menyatakan niat mengembangkan sektor hulu dengan membangun perkebunan sawit dan kakao sendiri. Maklum selama ini pasokan bahan baku didapat dari pihak ketiga. Hanya saja keinginan itu terhambat aturan Daftar Negatif Investasi (DNI). Hanya saja, niat itu hingga kini belum terlaksana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News