kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penerapan teknologi 5G di Indonesia disebut belum optimal, ini sebabnya


Senin, 21 Juni 2021 / 18:23 WIB
Penerapan teknologi 5G di Indonesia disebut belum optimal, ini sebabnya
ILUSTRASI. Petugas mengoperasikan robot melalui koneksi 5G Telkomsel saat acara peluncuran Telkomsel 5G Grand Launch Unlock The Future di Jakarta, Kamis (27/5/2021).ANTARA FOTO/ Reno Esnir/aww. *** Local Caption ***


Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Operator telekomunikasi di Indonesia berlomba menggelar layanan 5G. Setelah Telkomsel mendapatkan resmi memberikan  layanan 5G,  Indosat Ooredoo juga mengikuti anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk tersebut. 

Ketua Forum 5G Indonesia, Sigit Puspito Wigati Jarot menyatakan, wajar operator telekomunikasi di Indonesia berlomba-lomba menggelar 5G di Indonesia. Tujuan utama layanan 5G agar bisnis mereka bisa terus berlanjut dan kompetitif dibanding operator lain. \

Operator juga harus berani eksplor bisnis model 5G lain, Seperti 5G untuk private selular network, 5G untuk daerah rural, aplikasi 5G untuk industri atau 5G untuk melengkapi fixed broadband. "Banyak sekali potensi bisnis yang dapat dibuat dengan layanan 5G. Saya berharap operator tidak terlalu konservatif dalam mengimplementasikan 5G. Rugi jika operator konservatif dalam mengembangkan 5G," kata Sigit, dalam keterangan tertulis, Senin (21/6). 

Dalam mengembangkan bisnis 5G di Indonesia, masih memiliki banyak kendala. Terutama ketersediaan spektrum frekuensi yang sangat terbatas. Sejatinya untuk mendapatkan layanan 5G yang ideal, operator telekomunikasi membutuhkan setidaknya lebar pita frekuensi 80 MHz sampai 100 MHz contiguous. 

Saat ini Telkomsel menyelenggarakan layanan 5G di frekuensi 2.300 MHz dengan lebar pita 30 MHz. Sedangkan Indosat menggelar layanan 5G di frekuensi 1.800 MHz dengan lebar pita 20 MHz. Masyarakat bisa merasakan layanan 5G ketika operator telekomunikasi sudah mendapatkan frekuensi 100 MHz contiguous atau millimeter waves yang lebar frekuensinya bisa ratusan MHz.

Menurutnya frekuensi yang ada saat ini jauh dari optimal. “Kini operator yang menyelenggarakan 5G hanya sekadar memberikan layanan agar masyarakat dapat mencicipi 5G. Bukan 5G yang sebenarnya. Operator baru optimal dapat menyelenggarakan 5G jika sudah memiliki frekuensi minimal 80 MHz contiguous. Bukan terpencar-pencar. 5G akan semakin terasa ketika operator sudah mendapatkan frekuensi untuk millimeter waves," terang  Sigit.

Sigit sangat berharap, pemerintah segera menyiapkan frekuensi millimeter waves tersebut (>26 GHz) untuk layanan 5G di Indonesia. Selain menyiapkan frekuensi millimeter waves dan tidak memberikan ke operator non selular eksisting, pemerintah juga bisa menyiapkan frekuensi di mid band dan lower band di frekuensi 2600 MHz dan 700 MHz untuk layanan 5G.

"Saya berharap pemerintah tak hanya melihat lelang frekuensi sebagai opsi  mengalokasikan frekuensi. Ada metode lain seperti beauty contest untuk operator selular eksisting,” ujar Sigit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×