Reporter: Herlina KD, Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Meski Majelis Ulama Indonesia telah memberikan pengakuan atau rekomendasi halal kepada empat lembaga sertifikasi halal asal Amerika Serikat, tapi hal ini tidak serta-merta bisa membuka keran impor ayam ataupun unggas asal Amerika Serikat.
Direktur Kesehatan Hewan Masyarakat veterinary dan Pascapanen Kementerian Pertanian Djajadi Gunawan menyatakan rekomendasi dari MUI tidak menjadi jaminan keran impor ayam atau unggas dari Amerika Serikat bisa dibuka. Sebenarnya sejak dulu, pemerintah tidak pernah melarang impor ayam dari AS. Hanya saja, "Selama ini belum ada yang bisa memenuhi syarat halal yang ditetapkan Indonesia. Karena standar halalnya Indonesia itu tidak sama dengan halalnya Amerika," jelasnya kepada KONTAN Selasa (28/12).
Tapi untuk bisa mengimpor produk unggas, setidaknya harus ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Pertama persetujuan dari negara (country approval) atau kesepakatan antara kedua negara. Kedua establishment approval yang meliputi review dokumen dan review tata cara atau tahapan pelaksanaan (on step review). "Setelah itu, baru bisa dilakukan impor," katanya.
Artinya, meskipun MUI sudah memberikan rekomendasi, Djajadi bilang masih membutuhkan waktu panjang untuk bisa melakukan impor ayam atau unggas asal Amerika Serikat. "Saat ini saja belum ada kesepakatan G to G antara AS dan Indonesia mengenai hal ini," ungkapnya.
Di akhir November lalu, MUI memang telah memberikan pengakuan terhadap 4 lembaga sertifikasi asal AS, yaitu Islamic Society of the Washington Area (ISWA), Halal Food Council South East Asia, Halal Transaction of Omaha, dan Islamic Services of America (ISA) dalam bentuk recognition agreement. Standar sertifikasi halal keempat lembaga tersebut sudah sesuai dengan standar yang telah diberlakukan MUI, terutama yang mencakup standar kelembagaan, pemotongan dan pengolahan hewan.
Selama ini, standar halal yang ditetapkan MUI memang terbilang ketat dan dijadikan acuan dunia. Dari sisi pemotongan misalnya, MUI menetapkan standar detail mulai dari lokasi pemotongan, tata cara pemotongan hingga orang yang memotong unggas tersebut. Lokasi pemotongan baru dapat dikategorikan halal jika dalam radius minimal 2 kilometer tidak terdapat babi. Pemotongan unggas juga tidak bisa sembarangan, seperti ditembak atau dipotong di bagian perut, tapi harus dipotong di bagian leher dari depan. Orang yang memotong pun harus memenuhi beberapa syarat seperti harus muslim, sehat jasmani dan rohani.
Beberapa syarat ini telah terpenuhi oleh keempat lembaga sertifikasi halal itu, sehingga MUI mengakui standar kehalalan yang dikeluarkan lembaga tersebut. Dengan pengakuan ini, maka seluruh rumah pemotongan unggas yang mendapat label halal dari 4 lembaga itu otomatis akan diakui kehalalannya juga oleh MUI. Tapi pengakuan ini tidak serta-merta menjadi anjuran bagi pemerintah untuk membuka keran impor ayam dari AS.
Menurut Lukmanul Hakim, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik (LPPOM) MUI semata-mata menjalankan tugas untuk menilai kehalalan produk makanan. Keempat lembaga itu memang mengajukan permohonan untuk dinilai standarnya oleh MUI. Untuk merespons itu, MUI melakukan penilaian dan hasilnya memang sudah memenuhi standar MUI. "Perkara impor ayam tidak diperbolehkan pemerintah kita itu bukan masalah," kata Lukman.
Pernyataan ini dipertegas oleh Sekretaris Umum MUI, Ichwan Syam. Menurutnya, MUI tidak dalam kapasitas untuk mencampuri kebijakan pemerintah tentang impor ayam dari AS. Ia sendiri berpendapat sebaiknya pemerintah memang tetap melarang impor ayam dari AS guna melindungi rumah potong dalam negeri. "Daripada impor terus banyak yang bangkrut, lebih baik dilarang," kata Ichwan kepada KONTAN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News