Reporter: Filemon Agung | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dinilai perlu bertindak tegas dengan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan batubara yang tak memenuhi komitmen DMO 25%.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo mengungkapkan, pemerintah telah menetapkan DMO batu bara yaitu kewajiban pengusaha batubara menjual 25% produksinya dengan harga US$ 70 per ton ke konsumen dalam negeri, ini upaya untuk menjaga pasokan dan harga yang tetap stabil.
"Kalau semua diekspor kita beli apa? tidak mungkin US$ 150 dolar per ton. Maka ditetapkan DMO 25% harganya US$ 70 per ton, dengan hitungan produsen sudah untung kan DMO-nya cuma 25%," kata Agus dalam keterangan resmi, Minggu (2/1).
Agus melanjutkan, dalam beberapa pekan terakhir, sektor kelistrikan mengalami penurunan pasokan batu bara, sehingga pasokan ke dalam negeri di bawah ketentuan DMO 25%. Jika kondisi ini tidak ditangani pemerintah, maka akan terjadi permasalahan serius yaitu pemadaman listrik karena pembangkit listrik kekurangan energi primernya.
"Rupanya karena pengawasan sulit batubara diekspor semua lewat pelabuhan- pelabuhan," kata Agus.
Baca Juga: Pengusaha Berharap Pemerintah Kaji Kembali Kebijakan Larangan Ekspor Batubara
Menyikapi kondisi tersebut, pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) mengeluarkan kebijakan menghentikan ekspor batubara selama sebulan sejak 1 Januari. Agus menilai langkah pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut tepat untuk membuat stok batu bara dalam negeri kembali normal.
Menurutnya, penghentian ekspor dalam sebulan dapat dijadikan momentum untuk melihat apakah kebijakan DMO dilakukan atau tidak.
Menurut Agus, untuk memberi efek jera bagi pengusaha batu bara yang tidak mau melaksanakan kebijakan DMO 25% tidak cukup hanya penghentian ekspor dalam sebulan, perlu diterapkan sanksi yang lebih berat yaitu dengan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP).
"Kementerian ESDM harus lebih tegas pengawasannya, aturan dibuat untuk dilaksanakan kalau tidak diberi sanksinya," tegas Agus.
Agus mengungkapkan, jika tidak ada sanksi yang tegas maka pemenuhan DMO 25% bisa tidak ditaati lagi, ini akan merugikan masyarakat jika terjadi pemadaman listrik sebab saat ini 60% pasokan listrik Indonesia berasal dari PLTU yang menggunakan batubara sebagai energi primernya.
"Menurut saya ESDM harus tegas kalau tidak tegas yang rugi masyarakat," pungkas Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News