Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara resmi telah membubarkan 7 perusahaan BUMN karena dinilai tidak sudah tidak layak dari segi bisnis dan keuangan.
Pengamat BUMN sekaligus Akademisi Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto menyebutkan hal tersebut merupakan tindakan yang baik agar status BUMN-BUMN yang dianggap tidak memiliki performa lagi tidak dibiarkan menggantung terlalu lama.
“Jadi (pembubaran) ini penting supaya status BUMN tersebut tidak menggantung. Dan pembubaran ini sebenarnya follow up saja dari keputusan menteri BUMN terkait BUMN yang sudah berhenti operasi di awal tahun ini,” jelas Toto saat dihubungi Kontan, Jumat (29/12).
Baca Juga: Pemerintah Akan Pangkas BUMN Jadi di Bawah 40
Ia juga menambahkan bahwa sekitar 6 dari 7 BUMN yang telah resmi dibubarkan ini sejatinya sudah berhenti operasi sejak belasan tahun lalu, misal Kertas Kraft Aceh .
“Satu-satunya BUMN yang dilikuidasi saat masih beroperasi adalah Istaka Karya,” tambahnya.
Toto menambahkan, seharusnya langkah ini juga menjadi pengingat bagi BUMN-BUMN lainnya yang merasa tidak punya prospek dan punya tingkat kesehatan keuangan yang buruk.
“Maka pilihan likuidasi bisa menjadi alternatif oleh pemerintah. Hal ini karena keterbatasan anggaran pemerintah, sehingga alokasi PMN harus sangat selektif,” katanya.
Ia juga mengatakan bahwa posisi ideal BUMN adalah produk atau jasanya yang kompetitif dan dibutuhkan publik. Sementara tingkat kesehatan finansialnya juga harus relatif baik.
“Pemerintah berkeinginan hanya punya sekitar 40-45 BUMN di target ideal. Sebagian BUMN juga sudah berubah status menjadi anak BUMN karena restrukturisasi seperti pembentukan holding BUMN, proses merger dan lain-lain,” jelasnya.
Baca Juga: 7 Perusahaan BUMN Dibubarkan, Begini Nasib Karyawannya
Kemudian saat ditanya apakah dimasa depan akan ada lagi BUMN yang dibubarkan, mengingat jika merujuk pada data PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA) masih ada sekitar 15 perusahaan BUMN yang menjadi pasien mereka dan masih dalam proses penyembuhan, Toto mengatakan kemungkinan besar pemangkasan akan terjadi namun juga menyesuaikan kebutuhan.
“Menurut saya, tergantung kebutuhan di masa depan. Mungkin Indonesia akan punya lebih sedikit BUMN di masa depan, namun lebih kompetitif dan berdaya saing,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News