Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, aksi korporasi yang dilakukan PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan menerbitkan surat utang berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) atau senior notes sebesar US$ 3 miliar atau setara Rp 45 triliun adalah hal yang biasa.
Apalagi jika dana yang didapatkan itu diperuntukkan untuk membangun smelter. "Saya kira itu tidak hanya positif untuk PTFI namun juga untuk perekonomian nasional secara lebih luas," jelas Komaidi dalam keterangannya, Kamis (12/5).
Dia juga menegaskan kalau utang adalah mekanisme pembiayaan yang cukup biasa. Menurutnya, PTFI sudah punya perhitungan sendiri memutuskan untuk berutang. "Bisa saja tidak utang dan menjual sebagian saham, tinggal pilih yang mana," tegas dia.
Meski begitu, Komaidi yakin jika dana yang didapatkan digunakan dengan benar seperti rencana awal untuk membangun smelter maka banyak hal positif yang bisa didapatkan.
Baca Juga: Freeport Indonesia Resmi Merilis Tiga Seri Global Bond Senilai US$ 3 Miliar
"Banyak hal positif yang bisa didapatkan, seperti penyerapan tenaga kerja, investasi baru, jumlah emas dan mineral lain yang diproduksi lebih terkontrol dan tentu saja lebih rapi dalam berbagai aspek," rinci Komaidi.
PT Freeport Indonesia yang tergabung dalam holding pertambangan BUMN bernama Mining Industry Indonesia (MIND ID) mengumumkan telah menetapkan mengambil utang US$3,0 miliar atau senilai Rp 45 triliun yakni 4,763% senilai US$750.0 yang jatuh tempo 14 April 2027, 5,315% sebesar US$1,500.0 jatuh tempo 14 April 2032, dan 6.200% senilai US$750.0 Jatuh tempo 14 April 2052.
Asal tahu, Smelter tembaga milik PT Freeport Indonesia (PTFI) mulai dibangun di Kawasan Industri Terintegrasi JIIPE di Gresik, Jawa Timur, pada Oktober 2021. Untuk membangun smelter tembaga ini, investasi yang digelontorkan mencapai Rp 45 triliun.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengungkapkan dibutuhkan lima tahun hingga pembangunan smelter ini selesai atau paling cepat menurutnya bisa beroperasi sepenuhnya pada 2024.
Proyek ini akan menjadi smelter single line terbesar di dunia. Dengan begitu, waktu yang dibutuhkan untuk pembangunan lebih lama dibandingkan skala yang lebih kecil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News