kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengamat: Swasembada bawang putih pada 2019 tak rasional


Senin, 12 Februari 2018 / 23:07 WIB
Pengamat: Swasembada bawang putih pada 2019 tak rasional
ILUSTRASI. Operasi pasar bawang putih


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas menyebut target Kementerian Pertanian menetapkan swasembada bawang putih pada 2019 tidak rasional. Mengingat persoalan terbatasnya lahan dan minat petani untuk menanam bawang putih belum dapat diatasi hingga saat ini. 

“Tidak rasional, ini sangat tidak rasional. Sudahlah, apalagi (targetnya) 2019. Sekarang 94% konsumsi bawang putih kita dari impor,” ujarnya melalui keterangan, Jumat (12/2). 

Dalam tiga tahun terakhir saja, angka impor bawang putih tidak pernah kurang dari 400 ribu ton. Bahkan menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2017 angka impor komoditas ini mencapai 556,06 ribu ton. 

Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan), konsumsi bawang putih secara nasional per kapita per tahun pada 2017 mencapai 1,63 kilogram. Dengan asumsi jumlah penduduk Indonesia sebanyak 250 juta jiwa, dibutuhkan minimal 407,5 ribu ton bawang putih guna memenuhi kebutuhan tersebut. 

Itu pun baru untuk konsumsi rumah tangga, belum termasuk kebutuhan untuk industri komersial. Kebutuhan akan bawang putih ini pun dari tahun 2013—2017 diketahui terus bertumbuh rata-rata mencapai 8,78% per tahun. 

Besarnya impor dari waktu ke waktu menandakan memang saat ini produksi bawang putih nasional belum mencukupi. Lihat saja, per 2016, produksi si white diamond ini hanya berada di angka 21,15 ribu ton. Hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang tercatat 20,30 ribu ton. Alias hanya bertumbuh 4,19% per tahun, tidak sampai setengah dari pertumbuhan konsumsi. 

Tidak mampu terangkatnya produksi bawang putih tak lain disebabkan karena terbatasnya jumlah lahan luas panen yang ada. Alih-alih meningkat, lahan panen bawang putih di tahun 2016 bahkan menurun dibandingkan tahun 2015, dari 2.563 hektare menjadi hanya 2.407 hektare. 

Kebijakan pemerintah yang mewajibkan importir menanam 5% dari total bawang putih yang mereka impor, bagi Andreas, pun tidak masik akal. Ia pun yakin kebijakan ini tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.

“Sekali lagi, importir itu ya spesialisasi mereka itu ya mengimpor bawang putih, bukan menanam. Yang menanam bawang putih itu petani. Pemerintah mau menanam? Dirjen Hortikultura? Ya enggak mungkinlah,” tutur Andreas.

Senada, Ketua Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia (APBI) Piko Nyoto pun masih meragukan pemenuhan target swasembada bawang putih di tahun 2019. Soal kebijakan produksi 5% bawang putih dari angka impor, ia pun merasa sulit karena hingga saat ini para importir belum mendapat bantuan dari pemerintah. 

Selama ini untuk melakukan penanaman, pengusaha bawang putih masih harus menggunakan bibit lokal yang harganya cukup memberatkan. “Ya kita membahas bawang putih kan seperti saya ceritakan, harus didukung benih loh pak. Yang sampai sekarang boleh memakai benih impor sebagai bibit kan belum ada suatu ketentuan,” ucapnya.

Belum lagi masalah keterbatasan lahan yang sesuai. Makanya, hingga saat ini baru sekitar 29 orang pengusaha yang berhasil memenuhi persyaratan RIPH tersebut. Sulitnya memenuhi kebijakan pemerintah terlihat pula dari tidak tercapainya target penanaman oleh importir. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×