kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat UGM: Divestasi 51% Freeport bukan bohong-bohongan


Kamis, 04 April 2019 / 15:09 WIB
Pengamat UGM: Divestasi 51% Freeport bukan bohong-bohongan


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pernyataan Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto yang menyangsikan manfaat pengambilalihan mayoritas saham PT Freeport Indonesia (PTFI) oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) menarik diperhatikan. Dalam debat keempat yang digelar Sabtu (30/3) lalu, Prabowo mengatakan bahwa Freeport Mc. Moran (FCX), induk usaha PTFI, masih menikmati manfaat ekonomi sebesar 81%.

Sehingga, Prabowo menilai bahwa divestasi 51,23% saham PTFI yang telah dilakukan Inalum pada 21 Desember tahun lalu, hanya "etok-etokan" alias bohong-bohongan. Terkait hal tersebut, Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai pernyataan Prabowo tersebut harus dilihat secara komprehensif.

"Memang perlu pemahaman dalam proses divestasi 51% saham PTFI, termasuk proses yang dilakukan oleh Inalum melalui pembelian 40% PI (Participating Interest) Rio Tinto yang ada di PTFI," kata Fahmy dalam keterangannya kepada Kontan.co.id, Kamis (4/4).

Fahmy menyampaikan, pada tahun 1995, Rio Tinto telah memberikan pendanaan untuk membiayai operasi penambangan di Grassberg, Tembagapura. Sebagai imbalan pendanaan tersebut, Rio Tinto mendapat hak produksi sebesar 40%, yang diperhitungan dari total produksi jika produksi mencapai level tertentu.

"Berbeda dengan kepemilikan saham, pemegang PI tidak mempunyai hak partisipasi, sehingga tidak punya hak suara dalam pengambilan keputusan dan tidak berhak memperoleh pembagian deviden," ungkap Fahmy.

Namun, lanjutnya, berdasarkan perjanjian antara FCX dengan Rio Tinto, pada tahun 2022 nanti hak produksi 40% Rio Tinto dapat dikonversi menjadi saham PTFI, yang mempunyai hak partisipasi. Ini lah yang menjadi alasan mengapa Inalum dalam melakukan divestasi saham harus melalui pembelian PI Rio Tinto.

Fahmy menjelaskan, Inalum awalnya akan membeli langsung saham FCX yang ada pada PTFI, tetapi harga saham yang ditawarkan oleh FCX sangat mahal. "Bahkan cenderung over value, sekitar US$ 6,4 miliar untuk 40% saham FCX," katanya.

Lantas, di tengah alotnya perundingan penetapan harga divestasi tersebut, Tim Perunding Pemerintah, diwakili Menteri Keuangan, Menteri BUMN dan Menteri ESDM, memutuskan untuk membeli 40% PI Rio Tinto, yang ada pada Freeport. Selanjutnya, FCX pun menyetujui Inalum membeli 40% PI Rio Tinto, sebagai bagian tidak terpisahkan keputusan divestasi 51% saham PTFI.

Kemudian, Inalum setuju mengeluarkan dana sebesar US$ 3,85 miliar untuk membeli 40% PI Rio Tinto di PTFI dan 100% saham Freeport di PT Indocopper Investama atau 9,36% saham di PTFI. Sehingga, kepemilikan Inalum setelah penjualan saham dan PI Rio Tinto tersebut nantinya menjadi sebesar 51,2%, yang 10% saham akan diserahkan kepada Pemerintah Daerah Papua. "Harga sebesar US$ 3,85 miliar itu lebih murah ketimbang Inalum membeli saham FCX sebesar US$ 6,4 miliar," kata Fahmy.

Lantas, dengan membeli 40% PI Rio Tinto, Inalum memperoleh hak produksi sebesar 40% dari total produksi yang dihasilkan PTFI selama 2019 hingga 2021. Baru pada 2022, 40% PI Rio Tinto dapat dikonversi menjadi Saham PTFI untuk menggenapi divestasi 51% saham PTFI, yang dikuasai PT Inalum.

Seiring dengan kenaikkan kepemilikan saham Inalum menjadi 51%, sambung Fahmy, maka pada saat itu kepemilikan saham FCX turun menjadi 49%. Sehingga manfaat ekonomi (economic interest) yang diterima turun, sedangkan manfaat ekonomi yang dinikmati Inalum naik sekitar 40%.

Namun, Inalum pada saat itu tidak lagi memperoleh hak produksi, setelah memperoleh hak partisipasi dengan mengkonversi 40% PI menjadi saham PTFI pada 2022. "Dengan demikian pernyataan Prabowo bahwa FCX masih menguasai 81% adalah benar, bukan termasuk etok-etokan" ungkap Fahmy.

Pasalnya, Prabowo mengutip data di New York Stock Exchange (NYSE) yang valid. FCX, induk PTFI, merupakan perusahaan yang sudah go public di NYSE, sehingga secara regular harus melaporan data mutahir, yang kemudian dikutip oleh Prabowo.

Namun, Fahmy menilai bahwa pernyataan Prabowo itu tidak bisa untuk menjustifikasi bahwa divestasi 51% saham PTFI merupakan bohong-bohongan belaka. Alasannya, dengan membeli PI Rio Tinto, PT Inalum mendapatkan hak produksi sebesar 40% dari total produksi dihasilkan oleh PTFI selama periode 2019-2021. Selain itu, pada 2022, 40% PI Rio Tinto yang dibeli Inalum dapat dikonversi menjadi saham PTFI, untuk menggenapi divestasi 51% saham PTFI.

"Dengan kepemilikan saham mayoritas itu, Pemerintah Indonesia, melalui Inalum, lebih berpeluang mengelola Tambang Freeport bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, termasuk rakyat Papua", tandas Fahmy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×