kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   0,00   0,00%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Pengembalian investasi gross split jadi sorotan


Senin, 23 Januari 2017 / 06:00 WIB
Pengembalian investasi gross split jadi sorotan


Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 8/2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split masih memantik polemik. Kali ini dari operator minyak dan gas (migas). Mereka tak yakin skema ini akan mampu mengembalikan biaya investasi atau internal rate of return (IRR) lebih cepat.

Mereka justru khawatir, skema ini akan membuat investasi mereka lambat balik. Ini berbeda dengan keyakinan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, menyatakan, tingkat IRR hulu migas dengan skema gross split akan sangat tergantung pada karakteristik cadangan migas Indonesia. Tentu saja, ini berbeda dengan negara-negara lain.

Tapi, "Kami harap lebih kompetitif karena karakter reservoir-nya juga beda," ujar Wiratmaja, Jumat (20/1).

Dia membandingkan sistem gross split di Indonesia yang ini dengan sistem gross split di Libia. Dari segi karakteristik kolam minyak dan gas yang tersimpan di perut bumi atau reservoir, Libia lebih unggul karena mudah sehingga menarik minat investor.

Namun, kata Wiratmaja, dari sisi permukaan, Indonesia unggul. Apalagi soal masalah keamanan. Dengan begitu, Indonesia menjadi lebih menarik untuk masuknya investasi di hulu migas dengan sistem gross split ini.

Wiratmaja bahkan menjamin minimum investasi hulu migas di Indonesia akan mendapatkan IRR sebesar 12%. Namun, bila investor menemukan cadangan migas di lapangan yang kondisinya cukup baik, mereka bisa mendapatkan IRR hingga 20%. "Tergantung lapangan yang dia dapat," katanya.

Sebagai gambaran, lapangan migas Indonesia saat ini mayoritas berada di wilayah marjinal atau laut dalam. Makanya pemerintah menyiapkan insentif berupa tambahan split dalam skema gross split ini.

"Supaya IRR-nya kekejar. Kami kasih, minimum dia dapat IRR 12%," ujarnya.

Pemerintah berharap skema bisa membuat lapangan migas Indonesia menarik investor. "Investor jarang yang mau ke sini, buktinya lelang Wilayah Kerja (WK) belum ada ada laku," ujarnya.

Pada tahun 2017 ini, pemerintah mulai menawarkan skema gross split. Wiratmaja berharap akan banyak investor yang mengikuti lelang blok migas Indonesia.

Director of Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong mengungkapkan, IPA selalu disertakan, hampir di setiap rapat saat pemerintah akan mengeluarkan kebijakan baru. Makanya, IPA mendukung skema gross split ini untuk efesiensi di industri migas.

"Tapi kami ingin memastikan tingkat keekonomian tidak turun dengan sistem yang ada sekarang," ujar dia.

Marjolijn menyebut, saat ini investasi hulu migas di Indonesia memang kurang menarik dibandingkan dengan investasi di negara lain sekawasan. "Karena gross split, ini sudah diundangkan, sebagai upaya continue improvement kami mohon kajian insentif terutama untuk laut dalam, voliter dan EOR (enhanced oil recovery). Ke depannya kami mau kesana. Kami minta dibuat kajian lebih baik," ungkap dia.

Dia belum bisa memberikan tanggapan soal gross split minimum IRR bisa 12%. "Saya belum pernah mendengar bahwa dengan gross split, minimum IRR adalah 12%. Apakah di Permen nya ada menyebutkan hal itu? Saya akan periksa dulu tetapi semuanya harus ada di permen ESDM," ujar dia.

Pengamat Energi dari ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menilai, kontraktor migas itu prinsipnya semakin tinggi IRR maka mereka akan semakin tertarik masuk. "IRR 12% mungkin termasuk ekonomis bagi kontraktor, tapi tergolong marginal. IRR 15% saja termasuk marginal," ungkap Agung.

Agung mengatakan, cara sederhana membandingkan skema gross split dengan sebelumnya adalah berkaca pada IRR di lapangan migas eksisting yang sudah dikelola kontraktor migas.

"Kalau dengan bagi hasil eksisting mereka bisa di atas 15% IRR nya, lalu ditawari gross split dengan IRR 12%, ya pasti tidak akan kemudian begitu saja menerima," imbuh Agung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×