kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengembangan industri pariwisata belum maksimal


Kamis, 04 September 2014 / 13:58 WIB
Pengembangan industri pariwisata belum maksimal
ILUSTRASI. Simak 5 Manfaat Minyak di Wajah yang Harus Anda Tahu!


Reporter: Fahriyadi | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Pariwisata telah menyumbang US$ 10 miliar per tahun dari Product Domestic Bruto (PDB). Besarnya potensi pariwisata ternyata belum dimaksimalkan pemerintah hingga saat ini. Padahal, pengembangan pariwisata bisa sebagai salah satu instrumen untuk mengurangi kesenjangan ekonomi nasional.

Direktur Institute for Develompent of Economics and Finance (INDEF) Didik Rachbini bilang pariwisata dan kesejahteraan berbanding lurus. Hal ini tercermin jika melihat wilayah yang punya destinasi pariwisata baik, pasti kesenjangan ekonomi masyarakatnya rendah. "Di mana ada wisata, di situ ada kesejahtera. Bali jadi contoh wilayah dengan tingkat kesenjangan ekonomi terendah di Indonesia," ujar Didik, Kamis (4/9).

Dia menambahkan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga bisa menjadi contoh wilayah yang berhasil sejahtera dengan memadukan sektor pariwisata dan pendidikan. Hanya saja, tak semua upaya pemerintah meningkatkan pariwisata berhasil. Dia mencontoh wilayah Surabaya-Madura (Suramadu) yang hingga kini menghabiskan investasi lebih dari Rp 15 triliun, namun belum memberikan hasil yang baik.

Direktur Utama PT. Hotel Indonesia Natour Intan Abdams Katoppo menambahkan, kekurangan pariwisata Indonesia adalah tidak adanya disiplin dari pemerintah untuk membuat zona wilayah potensial pariwisata dan banyak yang tak mengetahui orang datang ke objek wisata untuk apa. "Terkadang wisatawan asing datang untuk menikmati suasana keasrian lokal yang justru dirusak karena pembangunan besar-besaran untuk meningkatkan pariwisata," ujarnya.

Dia mencontohkan wilayah Bali Selatan yang pembangunan hotelnya tak terkendali. Setiap tahun ada 1.000 kamar hotel yang dibangun dan tanpa perencanaan yang baik. Dia menyatakan investor pariwisata tak perlu disuruh untuk menanamkan uangnya, punya penciuman tajam untuk melihat potensi keuntungan dari suatu wilayah. Hanya saja, gerakan cepat investor ini tak diimbangi dengan regulasi yang mumpuni.

Hal lain yang memprihatinkan adalah banyak wilayah yang sudah jelas ditetapkan sebagai wilayah destinasi pariwisata tapi infrastruktur penunjangnya tidak diurus sehingga wilayah tersebut tak berkembang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×