Reporter: Herlina KD | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Indonesia harus bisa meningkatkan produksi tanaman pangan dalam jangka panjang untuk mengatasi ancaman krisis pangan. Wakil Menteri Pertanian Bayu Krishnamurti mengungkapkan, ada beberapa hal yang harus dicermati dalam hal pangan.
Pengembangan teknologi di bidang produksi pangan menjadi hal yang penting. Sebab sekarang ini teknologi kita belum banyak beranjak sejak tahun 1970 an yaitu soal pembenihan, pemupukan, pengolahan tanah, pemakaian pestisida dan pasca panen.
Selain itu, Bayu bilang ke depan Indonesia akan mendukung prinsip dari Chairman G 20 yaitu Presiden Prancis Nicolas Sarcozy agar semua negara bersama-sama mengelola perdagangan komoditi dunia. Sebab, selama ini perdagangan komoditi dunia diwarnai dengan spekulasi.
Tapi, Bayu bilang yang utama Indonesia harus tetap mengutamakan pengembangan teknologi untuk peningkatan produksi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menginstruksikan agar Indonesia bisa surplus beras setidaknya 10 juta ton per tahun dalam 5 tahun mendatang.
Karenanya, Bayu mengatakan tak terlalu khawatir dengan ramalan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) yang memperkirakan Indonesia bakal masuk menjadi salah satu negara importir beras pada tahun ini dengan jumlah impor mencapai 1,75 juta ton. "Ramalan USDA itu sesuatu yang harus kita perjuangkan agar tidak terbukti," katanya.
Sebelumnya, Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog) Sutarto Alimoeso berharap ramalan USDA mengenai impor beras Indonesia yang sebesar 1,75 juta ton atau naik sekitar 850.000 ton ketimbang impor tahun lalu ini tidak akan terjadi.
Ia bilang, agar prediksi USDA tidak terjadi, produksi beras Indonesia tahun ini setidaknya harus tumbuh 6% ketimbang tahun lalu. "Kalau bisa pertumbuhannya di atas 6%," kata Sutarto.
Asal tahu saja, tahun ini pemerintah telah mematok produksi gabah sebesar 70,5 juta ton atau tumbuh 6,85% ketimbang produksi gabah tahun lalu yang sebesar 65,98 juta ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News