Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui proses pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN 2021-2030 relatif lebih lama dibandingkan proses RUPTL sebelumnya. Hal ini disebabkan beberapa faktor seperti pandemi Covid-19 dan dorongan transisi energi ke energi baru terbarukan (EBT).
Rida Mulyana, Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM mengatakan, dalam RUPTL terdapat rencana pengadaan tenaga listrik yang meliputi bidang pembangkitan, transmisi, distribusi, dan atau penjualan listrik ke konsumen dalam suatu wilayah usaha.
Sesuai dengan Peraturan pemerintah Nomor 25 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan bidang energi dan sumber daya mineral, pelaksana usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum harus disesuaikan dengan rencana ketenagalistrikan nasional dan RUPTL.
"RUPTL merupakan barometer investasi dan cerminan kebijakan pemerintah dalam sektor ketenagalistrikan," ujarnya dalam webinar diseminasi RUPTL PLN 2021 s.d. 2030, Selasa (5/10).
Baca Juga: Investasi EBT jangka panjang diproyeksi telah biaya hingga ribuan triliun
Rida menjelaskan, berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2021 tentang pelaksanaan usaha ketenagalistrikan, setiap pemegang wilayah usaha wajib memiliki RUPTL. Adapun, RUPTL untuk usaha penyediaan tenaga listrik terintegrasi seperti PLN, disusun untuk jangka waktu 10 tahun.
"Setiap satu tahun pemegang wilayah usaha tersebut termasuk PLN dapat melakukan evaluasi RUPTL secara berkala, evaluasi RUPTL tersebut termasuk evaluasi karena proyeksi kebutuhan tenaga listrik," ujar Rida.
Jika berdasarkan evaluasi diperlukan perubahan RUPTL, pemegang wilayah usaha tersebut dapat mengajukan usulan perubahan RUPTL. Selain itu, perubahan RUPTL dapat terjadi apabila ada kebijakan pemerintah menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya.
Dalam proses pengesahaan RUPTL PLN 2021-2030, Rida menilai, relatif lebih lama dibandingkan proses RUPTL sebelumnya karena beberapa faktor. Pertama, pandemi Covid-19 telah menciptakan kondisi yang penuh ketidakpastian sehingga mengakibatkan menurunnya pertumbuhan ekonomi dan konsumsi tenaga listrik. Maka dari itu, dibutuhkan waktu penyesuaian asumsi yang banyak melibatkan kementerian atau lembaga terkait.
Kedua, lamanya penyusunan ini juga dipengaruh oleh berbagai kecenderungan global. Rida mencontohkan, seperti menguatnya tuntuan negara dan konsumen besar atau internasional terhadap produk hijau. Kemudian penggantian institusi atau lembaga negara sponsor terhadap pembiayaan pembangkit fosil. Adapun harga pembangkit tenaga listrik energi terbarukan semakin kompetitif.
"Lamanya penyusunan RUPTL ini dipengaruhi perkembangan kebijakan di tingkat nasional seperti dorongan transisi energi, dorongan mempercepat penterasi EBT dan efisiensi dalam pengolahan sistem tenaga listrik," ujar Rida.
Dalam proses penyusunan RUPTL, selain surat menyurat juga dilakukan serangkaian rapat dengan kementerian atau lembaga terkait dalam rangka memastikan asusmi yang digunakan untuk penyusunan RUPTL.
Maka dari itu, dalam prosesnya, RUPTL juga telah didiskusikan bersama dengan Kementerian Keuangan, Bappenas, Bank Indonesia, dan beberapa univeristas untuk mendapatkan gambaran asumsi pertumbuhan ekonomi.
Kemudian, RUPTL juga disusun dengan diskusi bersama dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Pariwisata, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dewan Nasional Kawasan Energi Khusus dan pengelola kawasan industri untuk memastikan demand listrik dari sejumlah sektor industri.
Rida menambahkan, dalam rangka RUPTL yang lebih ramah lingkungan, pemerintah serta PLN juga banyak melakukan diskusi baik dengan sejumlah lembaga internasional seperti International Energi Agency (IEA), Nasional Renewable Energy Laboratory, Asian Center of Enegy, dan lainnya.
Selain pembangkitan, dalam RUPTL juga membahas rencana pembangunan transmisi dalam rangka meningkatkan keandalan, menurunkan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik PLN, serta dapat membawa energi listrik dari daerah yang over supply ke daerah defisit. Selain itu, dengan transmisi, listik juga dapat disalurkan ke daerah industri seperti kawasan ekonomi khusus (KEK), smelter, dan lainnya.
"Kebutuhan transmisi juga dapat meningkatkan pemanfaatan EBT ke pusat beban mengingat pada umumnya potensi EBT terletak jauh dari pusat beban listrik," ujar Rida.
Rida menegaskan, pemerintah dan PLN sangat berhati-hati dalam menyusun RUPTL 2021-2030 baik dari segi kebutuhan listrik dan pembangunan transimisi dan distirbusi. Hal ini tentunya, dalam rangka penyediaan listrik yang lebih merata, andal, dan penguatan sumber daya EBT, dan menurunkan BPP PLN.
Selanjutnya: Proyek energi baru terbarukan (EBT) berpotensi menekan keuangan negara
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News