Reporter: Petrus Dabu | Editor: Edy Can
JAKARTA. Produsen batubara belum khawatir dengan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) Supriatna Sahala mengatakan, nilai tukar rupiah pada level Rp 8.500 per dollar masih dalam batas aman.
"Yang kami khawatirkan kalau terus menguat sampai ke level Rp 7000 per dollar atau Rp 6000 per dollar," ujarnya kepada KONTAN, Kamis (4/8).
Menurutnya, bagi eksportir termasuk eksportir batubara yang paling penting adalah stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar. Pergerakan rupiah yang tidak menentu, lanjutnya, menimbulkan kekhawatiran bagi kalangan eksportir.
Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Sukrisno mengakui, penguatan rupiah tidak berpengaruh pada kinerja mereka. Pasalnya, sebagian besar produksi PTBA dialokasikan untuk pasar domestik.
Menurut Sukrisno, PTBA hanya mengekspor 30% dari produksinya ke luar negeri. Sementara sisanya, untuk kebutuhan dalam negeri. Pada semester lalu, perusahaan tambang ini memproduksi sebanyak 6,5 juta ton.
Meski nilai ekspornya kecil, tetapi harga jual ekspor per ton meningkat 61% dibandingkan tahun lalu. Sedangkan harga jual domestik per ton meningkat hanya 27%.
Lain lagi dengan PT Berau Coal Tbk (BRAU). Komisaris BRAU Bob Kamandanu mengakui, penguatan rupiah memang mempengaruhi kinerja perusahaannya namun tidak terlalu signifikan. Sebab, perusahaan ini juga menjual sebagian batubaranya dengan mata uang merah putih.
APBI mencatat produksi batubara pada semester pertama lalu sudah mencapai 180 juta ton dari target tahun ini 340 juta ton. Laporan ini belum final. "Ada beberapa perusahaan yang belum menyampaikan laporannya ke APBI," tambahnya.
Pada semester kedua, Supriatna menduga produksi akan lebih besar karena kebutuhan untuk pemulihan Jepang pasca bencana dan gempa. Selama ini, dia bilang, pengiriman batubara ke Jepang terganggu akibat kerusakan infrastruktur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News