kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha bersiap judicial review pajak ekspor


Kamis, 02 Juli 2015 / 18:30 WIB
Pengusaha bersiap judicial review pajak ekspor


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Mesti Sinaga

JAKARTA. Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.10/2015 terkait pungutan pajak penghasilan menuai protes. Kalangan pengusaha tambang batubara yang terkena dampak pungutan sebesar 1,5% dari nilai ekspor, bersiap mengajukan uji materi atawa judicial review ke Mahkamah Agung (MA).

Supriatna Sahala, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), mengatakan, pihaknya dalam waktu dekat akan menggelar pertemuan dengan anggota asosiasi untuk mendiskusikan persoalan pungutan ekspor.

"Kami akan mendengarkan masukan anggota dalam focus group discussion (FGD) untuk uji materi peraturan ini ke MA," kata Supriatna ketika dihubungi KONTAN, Kamis (2/7).

Seperti diketahui, pemerintah telah merilis PMK Nomor 107 Tahun 2015 terkait perubahan keempat PMK Nomor 154/2010 tentang Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan dan kegiatan di bidang impor atau bidang lainnya.

Beleid anyar tersebut memuat tarif pajak penghasilan atas ekspor batubara, mineral logam, dan mineral non logam dibebankan sebesar 1,5% dari nilai ekspor. PMK Nomor 107/2015 yang dirilis pemerintah pada awal Juni 2015 lalu akan berlaku efektif mulai 8 Agustus 2015 mendatang.

Menurut Supriatna, terdapat sejumlah celah dalam peraturan menteri keuangan tersebut untuk digugat ke MA. Pertama, pungutan tersebut tidak bisa digolongkan termasuk pajak penghasilan karena penarikannya di depan.

Kedua, pungutan tersebut memuat perlakuan berbeda kepada seluruh pengusaha tambang, yakni, hanya berlaku perusahaan pemegang konsesi izin usaha pertambangan (IUP) dan tidak berlaku untuk perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B).

Supriatna menambahkan, asosiasi akan menampung masukan lain untuk menguatkan pengajuan gugatan. "Seharusnya pajak penghasilan ditariknya belakangan, tapi di sana kan aturannya dipungut di depan," ujarnya.

Herry Asmar, Direktur Utama PT Reswara Minergi Hartama, mengatakan, perusahaannya merasa keberatan dengan pungutan ekspor senilai 1,5%. Sebab, di saat harga jual masih menurun, pungutan baru justru semakin menambah beban pengusaha. "Waktunya tidak tepat, dan pungutannya tidak ada dasar hukumnya," kata dia.

Keberatan juga diungkapkan Ekawahyu Kasih, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo). Dia mengatakan, pihaknya juga akan menggelar rapat internal untuk segera mengambil sikap.

Menurut Ekawahyu, judicial review ke MA juga menjadi salah satu opsi yang akan ditempuh perusahaan dalam memprotes kebijakan pungutan ekspor ini. "Kami akan konsolidasi dengan APBI untuk mengambil langkah bersama, pengusaha juga akan memiliki persepsi yang sama," kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×