Reporter: Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Gelagat pemerintah yang bersedia berkompromi untuk mengenakan single tax alias pemungutan pajak tunggal bagi film impor disambut hangat oleh para pengusaha bioskop.
Kebijakan tersebut tentu saja bisa menghidupkan perusahaan bioskop dalam negeri pasca penerapan kebijakan bea masuk (BM) hak distribusi film sebesar 23,75% terhadap pihak MPA (Motion Picture Association) dan Ikatan Perusahaan Film Impor Indonesia (Ikapifi) terus mengancam perusahaan bioskop dalam negeri.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Bioskop Joni Syafrudin mengatakan, bila rencana tersebut direalisasikan maka bioskop dalam negeri akan bergairah lagi. "Rencana single tax bagus-bagus saja bagi bioskop dalam negeri," ujar Joni kepada KONTAN, Rabu (6/4).
Joni menjelaskan bila pungutan berbagai macam pajak yang memberatkan tidak dicabut, maka cepat atau lambat bioskop dalam negeri akan mati. "Untuk bertahan hidup, saat ini bioskop-bioskop masih mengandalkan stok lama," paparnya.
Achmad Ferdi Direktur Penggandaan Film Mitra Lab bilang, rencana tersebut merupakan kabar baik bagi perusahaan film dalam negeri. Meskipun demikian, Achmad masih menunggu tindak lanjut dari pemerintah soal rencana tersebut. "Rencana tersebut baik, tapi masih prematur untuk dikomentari karena belum tahu kapan realisasinya," ujar Achmad.
Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia, Noorca Massardi enggan memberikan komentar soal rencana pemerintah mengubah kebijakan pajak film impor. "Saya belum dapat informasi soal rencana itu," katanya.
Selama ini pemerintah mengenakan tarif bea masuk untuk film impor sebesar 10%, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor 10% dan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 impor 2,5%.
Selain itu, pemerintah juga masih memungut royalti dari film impor sebesar US$ 0,43 per meter rol film. Segala pajak yang diterapkan pemerintah ini membuat industri perfilman dalam negeri semakin lesu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News