Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pengusaha konveksi dalam negeri menaruh harapan besar pada kebijakan pemerintah yang mewajibkan adanya pertimbangan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk impor pakaian jadi.
Namun, muncul kekhawatiran bahwa kuota impor bisa kembali menjadi ajang permainan, seperti yang terjadi pada produk benang dan kain.
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) Nandi Herdiaman menyebut, pihaknya mendukung langkah pemerintah lewat Permendag 17/2025 sebagai revisi dari Permendag 8/2024. Aturan itu mengatur tata niaga impor pakaian jadi dengan merujuk pada Permenperin 27/2025.
"Ini kebijakan yang sudah kami tunggu lebih dari setahun untuk membendung banjir pakaian impor. Kami berharap Kemenperin benar-benar transparan dalam proses pemberian kuota," kata Nandi dalam keterangannya, Rabu (3/9/2025).
Baca Juga: Asosiasi Konveksi Imbau Pemerintah Segera Rampungkan Revisi Permendag 8/2024
Nandi mengambil contoh pengalaman pahit sektor hulu tekstil. Meski impor benang dan kain sudah diatur melalui pertimbangan teknis, bilang realisasinya justru terus meningkat hingga membuat puluhan perusahaan gulung tikar.
Asosiasi hulu tekstil bahkan mencatat sekitar 60 perusahaan benang dan kain tutup, dengan ratusan ribu pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). "Utilisasi produksi rata-rata anggota kami, yang mayoritas produsen garmen kecil dan menengah, saat ini hanya sekitar 50%. Kalau impor masih deras, sulit bagi kami untuk meningkatkan kapasitas," tambah Nandi.
Nandi turun menyoroti soal narasi produsen dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar. Menurutnya, argumen tersebut kerap dilontarkan pejabat yang dekat dengan importir. "Kalau pejabat sudah dikuasai importir dan ikut bermain dalam bisnis impor, wajar bila industri dalam negeri hancur," tegasnya.
Nada serupa disampaikan Dewan Penasehat IPKB Cecep Daryus. Ia menilai praktik mafia kuota impor seharusnya menjadi perhatian serius Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, menurutnya setiap perizinan yang tidak transparan hampir pasti dimainkan oknum pejabat dan ada aktor besar di belakangnya.
Baca Juga: Menperin Siap Tindak Tegas Dugaan Mafia Kuota Impor Tekstil
Cecep menambahkan, kasus kuota impor tekstil melalui pertek sejatinya sudah menjadi rahasia umum. "Orang-orang tekstil tahu perusahaan mana saja yang memperjualbelikan kain dan benang impor. Kalau mereka bisa menjual, artinya kuota impor yang diberikan melebihi kapasitas produksi. Padahal barang impor ini seharusnya hanya untuk bahan baku," jelasnya.
Lebih jauh, Cecep menyayangkan kondisi tersebut telah berdampak luas pada tenaga kerja di industri tekstil. Banyak pekerja, bahkan profesional dan ahli di bidang tekstil, kehilangan pekerjaan dan terpaksa mencari nafkah di luar negeri, seperti Vietnam, Malaysia, hingga Hong Kong.
Dengan situasi ini, IPKB berharap pemerintah tidak mengulangi kesalahan di sektor benang dan kain. "Kami sangat berharap kebijakan pertek bisa benar-benar dijalankan dengan transparan, sehingga pasar domestik tidak terus dibanjiri produk impor dan industri konveksi nasional bisa kembali tumbuh," tandas Nandi.
Selanjutnya: Lebih Selektif, Kredit Macet UMKM Bank CIMB Niaga Menyusut
Menarik Dibaca: Platform Isyara Memudahkan Masyarakat Belajar Bahasa Isyarat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News