Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Kenaikan tarif parkir peti kemas di pelabuhan hingga 900% menyulut protes. Pengusaha logistik mengaku keberatan dengan kenaikan tarif parkir peti kemas di hari dua setelah kapal sandar di pelabuhan.
Zaldy Ilham Masita, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) menilai, revisi aturan penimbunan peti kemas di pelabuhan hingga 900% tidak masuk akal, dan sangat memberatkan pengusaha.
Sebagai perbandingan: tarif dasar sebelumnya parkir peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok saat ini cuma Rp 27.500 per kontainer ukuran 20 kaki, per hari. Kenaikan tarif hingga 900%, dengan ukuran kontainer yang sama, maka tarif me nyimpan peti kemas di pelabuhan di hari kedua menjadi sekitar Rp 247.500 per hari.
Menurut dia, ada tiga hal yang menjadi alasan mengapa kenaikan tarif oleh Pelindo II ini dinilai tidak masuk akal. Pertama, dwelling time hingga saat ini belum lancar. Terbatasnya infrastruktur pelabuhan menjadi sebab. "Menjadi tidak adil karena keterbatasan infrastruktur dan peraturan kementrian yang cenderung tidak diperbaharui menyebabkan importir yang harus menanggung ketidakefisienan tersebut," tandas Zaldy.
Kedua, kenaikan ongkos ini jelas bertentangan dengan program pemerintah yang ingin bersaing dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). "Negara-negara lain biaya timbunnya sangat murah bahkan gratis sampai hari ketiga, padahal dwelling time-nya bisa lebih baik dari Indonesia," kata Zaldy, Selasa (22/3).
Ketiga adalah usulan Kementerian Koordinator Bidang Maritim yang berupa denda penalti Rp 5 juta per kontainer bila menimbun lebih dari dua hari terlalu berlebihan. Sebab saat ini sudah berlaku tarif progresif sesuai lamanya dwelling time.
Ia mengusulkan, ketimbang mengenakan penalti kepada importir, lebih baik jika memberikan insentif bagi pemilik barang berupa potongan biaya terminal handling charge (THC) di pelabuhan.
Dia mengatakan, aspirasi tersebut bahkan sudah disampaikan ke Otoritas Pelabuhan maupun Pelindo II. Makanya, ia berharap aturan tarif ini segera direvisi agar tidak memberatkan bagi pelaku usaha.
Tarif masih murah
Tak hanya ALI, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) juga menguarkan protes. Mereka menganggap, kenaikan tarif ini bukanlah solusi yang tepat bagi para importir untuk menghilangkan dwelling time.
Arman Yahya, Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) bilang, seyogyanya pemerintah dan pengelola pelabuhan melibatkan semua pihak pemangku kepentingan di pelabuhan sebelum membuat aturan.
Ia sepakat arus barang di pelabuhan harus dipercepat, tapi jangan kontraproduktif dan menambah ongkos logistik. "Dalam bisnis itu perlu demokrasi dan keterbukaan, maksud dan tujuan kebijakan harus jelas yakni menurunkan biaya logistik," tandasnya.
Orias Petrus Moedak, Direktur Keuangan Pelindo II menegaskan, pihaknya menganggap wajar kenaikan tarif. Apalagi, tarif ini lebih rendah ketimbang instruksi Menko Maritim agar menerapkan tarif progresif Rp 5 juta per kontainer bila menaruh lebih dari dua hari. "Tarif dasar hanya Rp 27.500, dikalikan 900% masih di bawah Rp 300.000. Tak seberapa dibandingkan dengan wacana Kementerian Koordinator Maritim," kata Orias.
Dia juga minta pengusaha membandingkan dengan tarif parkir kendaraan yang juga kini sudah tinggi. "Kalau kontainer sebesar itu, kenaikan saat ini wajar," ujar dia.
Walhasil, perjuangan para pengusaha logistik nampaknya akan panjang dan sulit untuk dikabulkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News