Reporter: Revita Rita Rani | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pengusaha makanan dan minuman mendesak pemerintah menjelaskan revisi Peraturan Menteri Perdagangan nomor 58 tahun 2012 tentang tata kelola impor garam industri. Setidaknya, keputusan tentang revisi atau deregulasi peraturan ini harus mencapai titik terang selambatnya akhir bulan ini.
"Kalau belum ada keputusan, kami tidak bisa impor. Berarti tidak bisa produksi juga," kata Adhi Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) hari ini, Kamis (19/11). Untuk itu, Gapmmi akan melakukan dialog dengan Kementerian Perindustrian untuk mendapatkan kejelasan segera.
Ada empat poin utama yang akan ditanyakan pada dialog pada 26 November nanti. Pertama, kejelasan tentang kewajiban rekomendasi sebelum mendapatkan izin impor masih diperlukan atau ditiadakan.
Kedua, mekanisme izin impor. Ketiga, isi ketentuan impor apakah dengan sistem kuota atau sistem tarif.
Keempat, kejelasan komando kementerian. Sektor yang memimpin atau leading sector nantinya di bawah komando Kementerian Perindustrian atau Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Di tahun ini, industri pangan mendapat kuota impor garam industri sebesar 397.000 per tahun, sementara tahun lalu kuota impor garam industri pangan sekitar 360.000 ton. Seiring dengan pertumbuhan industri pangan, Adhi memprediksi, kebutuhan impor garam industri akan naik sekitar 7%-8% di tahun 2016.
Adhi mengatakan, impor garam industri dibutuhkan lantaran garam lokal banyak belum memiliki spesifikasi yang memenuhi SNI sehingga untuk menjaga kualitas produksi, pengusaha makanan minuman memilih garam impor, "Garamnya berbeda, untuk industri dan untuk konsumsi.," ujarnya. Industri pangan banyak mengimpor garam industri dari Australia.
Sebagai latar belakang, Agustus lalu, KKP mengajukan permintaan revisi Permendag nomor 58/2012 untuk mencapai swasembada garam di tahun 2017. Isinya, mewajibkan perodusen importir garam untuk menyerap garam lokal minimal sejumlah total kapasitas produksi dan penyerapan tersebut harus dibuktikan dengan surat pernyataan dari BUMN dan koperasi.
Kebijakan tersebut dinilai tidak sinergis dengan kebutuhan pelaku industri. Menanggapi protes importir produsen garam industri, September lalu Tim Deregulasi Perdagangan mengumumkan tiga poin arahan tata niaga impor garam yang baru. isinya, pertama, rekomendasi tidak diperlukan.
Kedua, Importir Produsen (IP) dan Importir Terdaftar (IT) dihapuskan dan digantikan dengan Angka Pengenal Industri Produsen (APIP). Ketiga, penetapan kuota impor akan melibatkan KKP. Namun, hingga saat ini belum ada keputusan resmi dari pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News