Reporter: Handoyo | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Produsen hilir minyak sawit dalam posisi sulit, mereka mengeluhkan penggunaan pos tarif atau Harmonized System (HS) untuk ekspor yang digunakan selama ini. Pasalnya, produk turunan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) terus berkembang, namun pos tarif yang digunakan tidak ada perubahan.
Walhasil, dengan kondisi ini para eksortir harus menelan pil pahit yakni sanksi berupa denda oleh Bea Cukai. Nilai denda yang dikenakan tersebut sangatlah fantastis yakni mencapai 1.000% dari besaran nilai Bea Keluar yang dibebankan kepada produk turunan CPO yang akan diekspor tersebut.
Togar Sitanggang Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) mengatakan, pihaknya mengharap adanya sinkronisasi seluruh pemangku kepentingan terkait dengan produk olahan CPO tersebut. "Belum terlalu signifikan pada saat ini, tapi bisa menjadi signifikan memicu hambatan-hambatan investasi," kata Togar belum lama ini.
Sekedar informasi, produk turunan CPO yang dipersoalkan tersebut antara lain adalah Palm Mid Fraction, Palm Wax, dan Heavy End Methyl Ester. Palm Mid Fraction sendiri adalah produk hilir dari RBD Olein. Produk ini banyak digunakan untuk industri es krim, coklat, konfeksioneri, dan roti
Sementara itu, palm wax merupakan produk hilir dari RBD Palm Stearin. Palm wax dipakai menjadi bahan pembuatan lilin, melapisi buah-buahan yang diekspor dan kardus (karton) pembungkus makanan, serta dijadikan substitusi parafin. Sedangkan Heavy End Palm Methyl Ester merupakan produk yang lebih hilir dari biodiesel standar FAME.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News