Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Produsen pakan ternak mengeluhkan minimnya fasilitas pasca panen untuk komoditas jagung di Tanah Air. Akibatnya, saat panen raya, produksi jagung tidak dapat ditampung di tempat penyimpanan.
Selain itu, keterbatasan mesin pengering juga menjadi persoalan tersendiri saat memasuki panen raya jagung yang terjadi mulai Maret, April hingga Mei 2016 ini.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) FX Sudirman mengatakan berdasarkan pengamatan GPMT di lapangan, di sejumlah sentra produksi jagung terjadi kelebihan kapasitas. Sebab produksi jagung yang melimpah tidak dapat diolah dan disimpang lantaran keterbatasan fasilitas pasca panen.
"Sekarang, per hari produksi jagung bisa mencapai 10.000 ton, sementara kapasitas produksi yang ada hanya 3.500 ton," ujar Sudirman kepada KONTAN, Senin (11/4).
Akibat kelebihan pasokan jagung ini, banyak jagung yang tidak dapat dikelola. Untuk itu, ia mendesak pemerintah untuk mendorong pembangunan infrastruktur jagung pasca panen. Hal itu bisa dilakukan dengan memberikan kemudahan kepada para pengusaha sehingga tertarik mengembangkan infrastruktur pasca panen.
Sudirman menambahkan, dua insentif yang diminta pengusaha agar tertarik berinvetasi di infrastruktur pasca panen.
Pertama, pemerintah harus memberikan insentif fiskal bisa berupa tax holiday, misalnya selama 10 tahun dan kedua memberikan subsidi pada suku bunga perbankan. Selama ini pengusaha masih dikenakan bunga rata-rata 11%. "Suku bunganya misalkan dikurangi di bawah 10%," harap Sudirman.
Pemberian insentif ini penting karena komoditas jagung memiliki pengaruh besar bagi kelangsungan industri nasional. Dari segi pembagian pupuk dan bibit jagung, serta kemudahan berusaha, Sudirman bilang, pemerintah sudah memfasilitasnya dengan baik. Namun, fasilitas itu masih kurang lengkap karena tidak mendorong pengembangan infrastruktur pasca panen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News