Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan ritel Bahan Bakar Minyak (BBM) terus memantau pergerakan harga minyak seiring dengan semakin panasnya tensi geopolitik Timur Tengah. Dikhawatirkan, perang tersebut berdampak pada sisi logistik dan mendorong harga minyak menjadi lebih tinggi.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) kementerian ESDM, Tutuka Ariadji menyampaikan, jika aspek logistik minyak terdampak perang, tentu harga minyak akan naik. Meski saat ini harga minyak mentah terus menguat, dia menilai, kenaikannya belum terlalu signifikan.
Namun, beda cerita jika Amerika Serikat sudah merapat ke Timur Tengah, diprediksi harga minyak akan terus menanjak. Apalagi ketika Iran dan Arab Saudi ikut berperang, lanjut Tutuka, akan membuat harga minyak dunia semakin mendidih. Persoalan ini pun juga akan berimbas pada Indonesia yang pasokan minyaknya paling besar diimpor dari Arab Saudi dan Nigeria.
“Sekarang kan kita impor minyak paling besar dari Arab Saudi dan Nigeria, banyak sih yang lain ada, tapi sebagian besar dari Saudi dan Nigeria. Kita membuka (peluang mencari minyak dari sumber lain), ada kita adjust, kalau ada masalah ini kita ambil dari mana dan sebagainya. Tetapi pasokan energi harus terpenuhi,” ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Senin (16/10).
Menurutnya, prioritas utama ialah pasokan energi yang harganya dapat terjangkau oleh masyarakat. Tutuka menyampaikan, Indonesia memiliki Dewan Energi Nasional (DEN) yang bertugas menganalisis dan menyiapkan cadangan strategi dan operasinal untuk memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri.
Baca Juga: Elnusa (ELSA) Siap Menadah Berkah Kenaikan Harga Minyak Mentah
Perihal imbas kenaikan harga minyak terhadap harga BBM Subsidi, Tutuka bilang, sejauh ini pihaknya belum mendapatkan instruksi langsung dari Presiden.
Vice President (VP) Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso menjelaskan, harga BBM subsidi merupakan kewenangan pemerintah. Sedangkan BBM Non Subsidi setiap bulannya sudah menyesuaikan harga pasar.
“Pergerakan harga minyak dunia memang bergerak fluktuatif yang tentu bukan terjadi saat ini saja. Sehingga kita bersama Pemerintah sudah menyiapkan mitigasinya,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (17/10).
Fadjar menjelaskan, ada sejumlah upaya yang dilakukan Pertamina untuk mengendalikan biaya di lapangan migas. Misalnya saja, pemilihan minyak mentah (crude) yang optimal, pengelolaan inventory, efisiensi biaya pengangkutan, dan memaksimalkan produksi produk bernilai tinggi (high valuable product).
Seiring dengan volatilitas harga minyak dunia beberapa waktu belakangan, sejumlah perusahaan BBM mengambil langkah menyesuaikan harga BBM.
Presiden Direktur bp-AKR, Vanda Laura menyatakan, pihaknya melakukan penyesuaian harga dengan mempertimbangkan berbagai faktor.
“Di antaranya harga minyak dunia, biaya operasional dan kondisi pasar,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Pilihan di Tengah Kenaikan Harga Minyak
Vanda menyatakan, pihaknya akan terus memantau situasi dan melakukan adaptasi yang di perlukan untuk penentuan harga BBM.
VP Corporate Relation Shell Indonesia, Susi Hutapea menjelaskan Shell melakukan penyesuaian harga BBM di SPBU secara berkala dengan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti produk minyak olahan berdasarkan MOPS (Mean of Platts Singapore).
“Kemudian kondisi dan volatilitas pasar, nilai tukar mata uang asing, pajak pemerintah dan bea cukai, biaya distribusi, biaya operasional, kinerja perusahaan, dan aktivitas promosi yang sedang dilakukan,” terangnya.
Adapun penyesuaian harga BBM yang Shell lakukan sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku mengenai harga jual BBM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News