Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Tahun ini tren perlambatan nilai penjualan pasar perumahan secara umum masih berlanjut dari sebesar -0,9% (qtq) pada triwulan II lalu menjadi -9,4 persen pada triwulan III tahun. Penurunan penjualan terjadi di Jakarta (-55%), Depok (-41%), dan Bogor (-14,4 %). Sedangkan pertumbuhan penjualan berdasarkan jumlah unit terjual mengalami penurunan di triwulan III/2014 sebesar -19,8%.
Demikian dipaparkan Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda, dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (14/11).
Pada triwulan ketiga ini nilai transaksi penjualan diperkirakan sebesar Rp 1,2 triliun lebih dengan tingkat penjualan tertinggi di wilayah Bogor, yaitu sebesar 34,7%, Bekasi sebesar 27,4%, dan Tangerang sebesar 22,7%, sisanya tersebar di wilayah lain.
"Selain pasar menengah atas yang relatif sudah jenuh, perlambatan pasar perumahan di triwulan ketiga ini secara khusus juga dipicu oleh kondisi politik yang memanas dalam pemilihan umum di Indonesia," ujar Ali.
Kondisi politik yang belum sepenuhnya kondusif saat ini membuat pasar secara umum masih memilih untuk menahan ekspansi usaha, tidak terkecuali di pasar perumahan. Beberapa hal dikhawatirkan pasar berkaitan dengan program-program pemerintahan baru yang belum memperlihatkan program kerja secara jelas.
"Ini membuat aksi wait and see sebagian besar pelaku pasar perumahan, termasuk konsumen yang diperkirakan telah melunak di triwulan ketiga, ternyata masih menunjukkan ketidakpastian yang akan berlanjut sampai awal 2015 nanti," ujarnya.
Tidak hanya di sisi konsumen. Menurut Ali, pengembang pun sebagian besar lebih memilih untuk tidak menaikkan harga jualnya pada triwulan III ini. Sampai akhir 2014 mendatang, pasar perumahan diperkirakan masih akan terus melambat.
"Meskipun proses transisi pemerintahan baru berjalan lancar, karena pasar relatif masih menyesuaikan diri dan membentuk keseimbangan baru, pasca kenaikan harga tanah yang sangat tinggi," kata Ali.
Adapun kenaikan harga rumah diperkirakan mencapai sebesar 7 persen sampai 12 persen. Kenaikan itu akan terjadi pada triwulan IV/2014, terutama jika kenaikan BBM direalisasikan.
"Kalau kondisinya begitu, pengembang kemungkinan besar akan menaikkan harga jual secara bertahap sambil melihat perkembangan politik dan ekonomi," kata Ali. (Latief)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News