Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Tren penurunan harga batubara mulai terlihat di depan mata. Harga batubara tertinggi pada tahun ini tercapat pada bulan Agustus yang mencapai US$ 107,83 per ton. Namun, setelah Agustus harga batubara terus menukik turun hingga pada November ini menjadi US$ 97,90 per ton, padahal pada Oktober harga masih mencapai 100,89 per ton.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) pada November 2018 ini turun sebesar 2,97% menjadi US$ 97,90 per ton dari yang sebelumnya pada Oktober 2018 mencapai US$ 100,89 per ton.
Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik Kementerian ESDM, Agung Pribadi mengatakan bahwa turunnya HBA pada bulan ini dipengaruhi oleh turunnya rata-rata indeks bulanan untuk Indonesian Coal Index (ICI) senilai 0,42%, Newcastle Export Index (NES) 5,14%, GCNC 4,10% dan index Platts yang turun senilai 1,25%.
Selain itu, kata Agung, berdasarkan kondisi pasar global, penyebab penurunan HBA pada November ini dipengaruhi oleh kuota impor dari China yang masih berlanjut, yang menyebabkan permintaan batubara dari China ikut melemah.
"Juga, penundaan batubara dari Australia terkendala karena masalah pendistribusian batubara yang menggunakan kereta api, dan kelebihan pasokan batubara dari Indonesia di mana lesunya permintaan batubara dari China dan India," katanya kepada KONTAN, Senin (5/11).
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia menerangkan, APBI setuju bahwa memang benar faktor penurunan permintaan China dan juga pergeseran indeks, menjadi penyebab penurunan harga tersebut.
“Terutama memang disebabkan China yang sudah mengurangi demand untuk batubara kalori rendah, sementara pemasok terbesarnya Indonesia. Untuk HBA masih ditopang oleh indeks harfa batubara Australia, Newcastle dan Global Coal,” kata Hendra.
Bukan hanya soal faktor eksternal, penurunan harga batubara juga diduga terjadi karena oversupply atau kelebihan pasokan. Apalagi sebelumnya, Kementerian ESDM telah menyetujui tambahan kuota produksi batubara sebesar 21,9 juta ton. Awalnya bahkan Kementerian ESDM malah ingin menambah produksi hingga 100 juta ton dari target tahun ini mencapai 485 juta ton menjadi 585 juta ton batubara.
Tambahan dengan jumlah tersebut diberikan kepada 32 perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi penanaman modal asing (PMA). Penambahan kuota produksi ini awalya berasal dari arahan Presiden Joko Widodo dalam Rapat Terbatas pada 14 Agustus 2018 lalu. Tujuannya, ialah untuk menambah devisa.
Lalu, Kementerian ESDM menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1924 K/30/MEM/2018 yang menetapkan tambahan jumlah produksi batubara tahun 2018 paling banyak sebesar 100 juta ton untuk penjualan ke luar negeri. Adapun syarat untuk mendapatkan penambahan produksi ini ialah perusahaan harus terlebih dulu memenuhi kewajiban DMO sebesar 25% dari produksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News