Reporter: Annisa Maulida | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar global terpengaruh oleh perang dagang AS dan China. Selain itu, perang dagang juga turut mempengaruhi ekspor minyak kelapa sawit Indonesia.
Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menjelaskan, selain Crude Palm Oil (CPO) produk minyak kelapa sawit lainnya yang banyak diminati pasar global, yaitu minyak kelapa sawit yang sudah diolah dan bisa langsung dipakai.
Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga berpendapat, mengenai ekspor dan harga CPO di pasar global saat ini turun karena adanya perang dagang AS dan China.
“China itu banyak menggunakan soybean oil. Tapi karena perang dagang tersebut soybean oil dari Amerika Serikat tidak dibeli, menyebabkan stok surplus dan harganya turun. Dengan turunnya soybean berpengaruh juga kepada minyak-minyak lainnya yang juga ikut turun dan berdampak juga ke ekspor minyak kelapa sawit kita,” lanjutnya kepada KONTAN, Selasa (30/10).
Penurunan ekspor dan harga CPO di pasar global berdampak kepada beberapa perusahaan kelapa sawit di Indonesia. “Tapi menurut saya, ada perusahaan yang pendapatannya naik karena mereka punya produksi yang sesuai kebutuhan pasar,” ujar Sahat.
Menurut Sahat, salah satu kemungkinan produk yang sedikit berkurang daya ekspornya yaitu minyak goreng. Karena kita belum kompetitif bersaing dengan Malaysia dalam minyak goreng kemasan dan adanya tambahan dana pungutan yang menyebabkan kita kurang bisa bersaing.
Seperti pemberitaan KONTAN beberapa waktu lalu, instrumen Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) eksportir minyak sawit harus mengeluarkan US$ 50 per ton minyak kelapa sawit (CPO) tiap melakukan ekspor. Kemudian pungutan US$ 30 per ton untuk refined, bleached, and deodorized (RBD) olein, dan US$ 20 per ton untuk jenis bulk, minyak goreng (olein) dalam kemasan kurang dari 25 kilogram (kg).
“Untuk menggenjot ekspor kelapa sawit, pemerintah bisa secepatnya mengeluarkan regulasi untuk menurunkan dana pungutan dari minyak goreng kemasan yang 25 kg ke bawah. Jika bulan November ini bisa dikeluarkan, mungkin Desember ini bisa langsung meningkatkan ekspor produk sawit,” ujar Sahat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News