Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya percepatan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) terus dilakukan. Salah satunya dengan penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) feed in tariff untuk menentukan harga jual EBT berdasarkan biaya produksi energi terbarukan.
Sebelumnya, Kontan sempat mendapat draf Perpres harga penjualan PLTP, PLTA, PLTB, PLTS, PLTBg, PLTBm, dan PLTSa. Di dalam draf tersebut, harga listrik yang dijual perusahaan listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) akan mengalami kenaikan dibandingkan saat ini.
Baca Juga: Perpres EBT sebut harga listrik dari IPP untuk PLTP capai US$ 14,50 sen per kWh
Sebagai contoh, harga jual listrik dari PLTP swasta untuk kapasitas 1 megawatt (MW) hingga 10 MW dari tahun ke-1 sampai tahun ke-12 ditetapkan sebesar US$ 14,50 sen per kWh. Sedangkan harga jual listrik tersebut untuk tahun ke-13 sampai tahun ke-30 ditetapkan sebesar US$ 12,90 sen per kWh.
Hingga tulisan ini dimuat, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM FX Sutijastoto belum bisa dimintai keterangan terkait draf Perpres Feed in Tariff EBT.
Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) mengaku, draf Perpres Feed in Tariff EBT sebenarnya belum sampai tahap final, sehingga harga jual EBT yang ditetapkan dalam draf tersebut belum tentu sama nantinya.
METI dan beberapa pelaku usaha EBT pun masih akan mengadakan rapat bersama pemerintah. “Besok kami masih akan rapat. Ada beberapa hal yang masih harus didiskusikan,” ujar dia kepada Kontan.co.id, Kamis (16/1).
Terlepas dari itu, ia menyoroti skema harga staging yang diterapkan pada draf Perpres Feed in Tariff EBT. Dengan skema tersebut, harga jual listrik berbasis EBT terdiri dari dua periode. Di periode pertama, harga EBT ditetapkan lebih tinggi dari rata-rata. Kemudian harga EBT akan mengalami penurunan di periode kedua.
Baca Juga: Bakal Ada Proyek Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di Bekas Lahan Tambang